Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan larangan ekspor komoditas perusahaan perikanan PT PBR yang terindikasi melakukan praktik-praktik perbudakan atau tidak manusiawi terhadap tenaga kerjanya.
"Saya sudah mengeluarkan kebijakan bahwa ikan yang berasal dari PT PBR tidak boleh keluar untuk diekspor," kata Susi Pudjiastuti di Jakarta, Kamis.
Selain itu, ujar Susi, pihaknya juga bakal menjerat perusahaan tersebut lebih besar lagi dengan tidak lagi menerbitkan Surat Izin Penangkapan Ikan dan Surat Izin Usaha Perikanan.
Menteri Susi memaparkan, praktik-praktik yang tidak manusiawi itu antara lain adalah mempekerjakan tenaga kerja yang berasal antara lain dari Kamboja dan Myanmar hingga mencapai 22 jam per hari.
"Itu saja sudah melanggar hak asasi pekerja dan bertentangan dengan aturan ILO (Organisasi Buruh Internasional)," katanya.
Sebelumnya, Sejumlah media internasional seperti kantor berita asal Amerika Serikat, Associated Press (AP), telah memberitakan mengenai praktik perbudakan terhadap ABK yang terjadi di perusahaan yang menangkap ikan di perairan Indonesia.
Menteri Kelautan dan Perikanan menyatakan perusahaan yang terindikasi terlibat praktik semacam itu merupakan kapal berbendera asing yang mempekerjakan ABK dari beberapa negara di kawasan Asia Tenggara.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa banyak tenaga kerja asing yang bekerja di Benjina tidak memiliki dokumen resmi seperti terkait keimigrasian yang seharusnya dimiliki warga negara asing yang bekerja di Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan diminta agar sebaiknya mencabut izin PT PBR di Kabupaten Kepulauan Aru bila terbukti terjadi praktek perbudakan manusia terhadap para anak buah kapal berkebangsaan Myanmar.
"Bila benar terbukti ada praktek seperti itu, maka pemerintah tidak perlu menutup pelabuhan perikanan di daerah itu sebab akan mematikan indutri perikanan dan merugikan masyarakat serta pemerintah daerah," kata Anggota DPRD Maluku Samson Atapary di Ambon, Selasa (31/3).
Kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah mengusulkan ke Kementerian Perhubungan untuk menutup pelabuhan perikanan di Benjina terkait atas dugaan sejumlah pelanggaran yang dilakukan perusahaan besar termasuk PBR. (ant/bm 10)
"Saya sudah mengeluarkan kebijakan bahwa ikan yang berasal dari PT PBR tidak boleh keluar untuk diekspor," kata Susi Pudjiastuti di Jakarta, Kamis.
Selain itu, ujar Susi, pihaknya juga bakal menjerat perusahaan tersebut lebih besar lagi dengan tidak lagi menerbitkan Surat Izin Penangkapan Ikan dan Surat Izin Usaha Perikanan.
Menteri Susi memaparkan, praktik-praktik yang tidak manusiawi itu antara lain adalah mempekerjakan tenaga kerja yang berasal antara lain dari Kamboja dan Myanmar hingga mencapai 22 jam per hari.
"Itu saja sudah melanggar hak asasi pekerja dan bertentangan dengan aturan ILO (Organisasi Buruh Internasional)," katanya.
Sebelumnya, Sejumlah media internasional seperti kantor berita asal Amerika Serikat, Associated Press (AP), telah memberitakan mengenai praktik perbudakan terhadap ABK yang terjadi di perusahaan yang menangkap ikan di perairan Indonesia.
Menteri Kelautan dan Perikanan menyatakan perusahaan yang terindikasi terlibat praktik semacam itu merupakan kapal berbendera asing yang mempekerjakan ABK dari beberapa negara di kawasan Asia Tenggara.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa banyak tenaga kerja asing yang bekerja di Benjina tidak memiliki dokumen resmi seperti terkait keimigrasian yang seharusnya dimiliki warga negara asing yang bekerja di Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan diminta agar sebaiknya mencabut izin PT PBR di Kabupaten Kepulauan Aru bila terbukti terjadi praktek perbudakan manusia terhadap para anak buah kapal berkebangsaan Myanmar.
"Bila benar terbukti ada praktek seperti itu, maka pemerintah tidak perlu menutup pelabuhan perikanan di daerah itu sebab akan mematikan indutri perikanan dan merugikan masyarakat serta pemerintah daerah," kata Anggota DPRD Maluku Samson Atapary di Ambon, Selasa (31/3).
Kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah mengusulkan ke Kementerian Perhubungan untuk menutup pelabuhan perikanan di Benjina terkait atas dugaan sejumlah pelanggaran yang dilakukan perusahaan besar termasuk PBR. (ant/bm 10)
0 Komentar