Biak - Budayawan Kabupaten Biak Numfor, Papua Mikha Ronsumbre meminta pemkab melalui dinas terkait untuk membentuk kampung/desa adat sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
"Pemerintah harus memperhatikan keberadaan desa adat, ya dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014, desa adat sudah diakui hak-hak kesatuan masyarakat adat, termasuk hak mengurus dirinya sendiri," ungkap Budayawan Biak Mikha Ronsumbre di Biak, Senin.
Ia mengakui, desa adat harus dilindungi dan disejahterakan masyarakatnya. Pemerintah pusat dan daerah, harus lebih bijaksana dalam memberikan izin-izin kegiatan industri yang bersinggungan dengan wilayah desa adat.
Mikha menyebutkan, desa adat memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dan wilayahnya sendiri.
"Justru keberadaan desa adat harus diperkuat dan lebih mandiri membangun desanya, karena wilayah kampung adat merupakan tanah leluhur yang sudah ratusan tahun ditempati masyarakat adat setempat," ujarnya.
Dalam undang-undang, menurut Mikha, desa adat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang merupakan gabungan antara genealogis dan teritorial.
Mikha mengungkapkan, negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Melalui desa adat diharapkan kearifan lokal budaya sosial desa, sidang perdamaian adat, ketentraman dan ketertiban masyarakat dan lainnya yang berlaku secara adat desa setempat," ujarnya.
Menyinggung lokasi desa adat yang akan diusulkan, menurut Mikha, untuk sementara lokasinya berada di pinggiran kota antara Mokmer dengan Sanumi.
"Desa adat akan membuat masyarakat secara berkelanjutan menjaga kearifan lokal dalam menyikapi berbagai program pembangunan daerah setempat," harap budayawan M ikha Ronsumbre.
Berdasarkan data desa/kampung adat di sejumlah daerah Indonesia, diantaranya Huta atau Nagori di Sumatera Utara, Gampong di Aceh, kemudian Nagari di Minangkabau, Tiuh atau Pekon di Lampung, Desa Pakraman/desa adat di Bali, Lembang di Toraja, Banua dan Wanua di Kalimantan, dan Negeri di Maluku. (ant/bm 10)
"Pemerintah harus memperhatikan keberadaan desa adat, ya dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014, desa adat sudah diakui hak-hak kesatuan masyarakat adat, termasuk hak mengurus dirinya sendiri," ungkap Budayawan Biak Mikha Ronsumbre di Biak, Senin.
Ia mengakui, desa adat harus dilindungi dan disejahterakan masyarakatnya. Pemerintah pusat dan daerah, harus lebih bijaksana dalam memberikan izin-izin kegiatan industri yang bersinggungan dengan wilayah desa adat.
Mikha menyebutkan, desa adat memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dan wilayahnya sendiri.
"Justru keberadaan desa adat harus diperkuat dan lebih mandiri membangun desanya, karena wilayah kampung adat merupakan tanah leluhur yang sudah ratusan tahun ditempati masyarakat adat setempat," ujarnya.
Dalam undang-undang, menurut Mikha, desa adat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang merupakan gabungan antara genealogis dan teritorial.
Mikha mengungkapkan, negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Melalui desa adat diharapkan kearifan lokal budaya sosial desa, sidang perdamaian adat, ketentraman dan ketertiban masyarakat dan lainnya yang berlaku secara adat desa setempat," ujarnya.
Menyinggung lokasi desa adat yang akan diusulkan, menurut Mikha, untuk sementara lokasinya berada di pinggiran kota antara Mokmer dengan Sanumi.
"Desa adat akan membuat masyarakat secara berkelanjutan menjaga kearifan lokal dalam menyikapi berbagai program pembangunan daerah setempat," harap budayawan M ikha Ronsumbre.
Berdasarkan data desa/kampung adat di sejumlah daerah Indonesia, diantaranya Huta atau Nagori di Sumatera Utara, Gampong di Aceh, kemudian Nagari di Minangkabau, Tiuh atau Pekon di Lampung, Desa Pakraman/desa adat di Bali, Lembang di Toraja, Banua dan Wanua di Kalimantan, dan Negeri di Maluku. (ant/bm 10)
0 Komentar