Jayapura - Salah seorang advokat senior di Provinsi Papua dan Papua Barat Yan Christian Werinussy menilai proses perubahan UU No. 21 tahun 2001 yang tengah didoro
"Mengapa demikian? Karena proses perubahan tersebut sama sekali tidak melibatkan seluruh komponen rakyat di tanah Papua, khususnya orang asli Papua yang menjadi sasaran utama dari lahirnya undang undang tersebut sebagaimana termaktub jelas dan tersirat di dalam konsiderans huruf b, e, f, g, h, i, j dan k undang undang Otsus Papua," kata Yan CW kepada Antara Jayapura, Senin.
Menurutnya, tindakan pemerintah daerah Provinsi Papua di bawah komando Gubernur Lukas Enembe dan juga Papua Barat di bawah Pimpinan Gubernur Abraham Octavianus Atururi yang tidak mengikutsertakan orang asli Papua dan rakyat Papua secara umum jelas-jelas sudah mengingkari dan melanggar ketentuan pasal 77 dan 78, Undang Undang Otsus Papua sebagaiman diubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008.
"Hal tersebut juga melanggar hak lembaga tinggi negara semacam Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang dulunya melahirkan undang undang tersebut sebagai bagian dari hak inisiatifnya yang untuk pertama kalinya digunakan dalam sejarah pemerintahan negara ini," katanya.
Yan juga mengungkapkan menurut bunyi pasal 78 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tersebut adalah..." pelaksanaan undang undang ini dievaluasi setiap tahun dan untuk pertama kalinya dilakukan pada akhir tahun ketiga sesudah undang undang ini berlaku." Sedangkan dalam kenyataannya selama ini tidak pernah dilakukan evaluasi dimaksud. Lalu pasal 77 menyebutkan..."Usul perubahan atas Undang undang ini (UU Otsus Papua) dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua atau bisa diartikan sebagai rakyat pada provinsi-provinsi di Tanah Papua, termasuk Papua Barat melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Itu artinya proses perubahan harus muncul dari rakyat melalui Majelis Rakyat Papua baik di Papua dan Papua Barat dan juga DPR di Papua dan Papua Barat yang disampaikan nantinya kepada DPR RI atau pemerintah Pusat di Jakarta," katanya.
Jika ada usul perubahan, lanjut Yan yang juga direktur eksekutif LP3BH Manokwari itu, maka tentu harus dilakukan evaluasi lebih dulu berdasarkan amanat pasal 78, guna mengisi dan menjawab hal-hal yang perlu diperbaiki atau ditambahkan atau disempurnakan bahkan diganti lewat mekanisme perubahan atas undang undang Otsus Papua sebagaimana diatur di dalam pasal 77 tersebut.
"Dari fakta material dan aspek formalitas yang ada dalam kedua pasal undang undang tersebut, sudah nampak jelas bahwa langkah dan inisiatif perubahan atas undang undang otsus Papua yang sementara ini didorong oleh pemerintah daerah di Papua dan Papua Barat jelas-jelas sangat inkonstitusional," katanya.
Sehingga seharusnya rakyat Papua, khususnya Orang asli Papua, lanjut Yan, dapat menempuh jalur hukum guna mempersoalkan tindakan inprosedural dan inskonstitusional tersebut melalui mekanisme konstitusional yang ada di negara Republik Indonesia.
"Rakyat Papua khususnya orang asli Papua bisa menempuh jalur hukum jika UU Otsus tidak diamanatkan sebagaimana mestinya. Dan hal ini harus diperhatikan oleh Pemerintah Papua dan Papua Barat," tutup Yan. (ant/bm 10)
"Mengapa demikian? Karena proses perubahan tersebut sama sekali tidak melibatkan seluruh komponen rakyat di tanah Papua, khususnya orang asli Papua yang menjadi sasaran utama dari lahirnya undang undang tersebut sebagaimana termaktub jelas dan tersirat di dalam konsiderans huruf b, e, f, g, h, i, j dan k undang undang Otsus Papua," kata Yan CW kepada Antara Jayapura, Senin.
Menurutnya, tindakan pemerintah daerah Provinsi Papua di bawah komando Gubernur Lukas Enembe dan juga Papua Barat di bawah Pimpinan Gubernur Abraham Octavianus Atururi yang tidak mengikutsertakan orang asli Papua dan rakyat Papua secara umum jelas-jelas sudah mengingkari dan melanggar ketentuan pasal 77 dan 78, Undang Undang Otsus Papua sebagaiman diubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008.
"Hal tersebut juga melanggar hak lembaga tinggi negara semacam Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang dulunya melahirkan undang undang tersebut sebagai bagian dari hak inisiatifnya yang untuk pertama kalinya digunakan dalam sejarah pemerintahan negara ini," katanya.
Yan juga mengungkapkan menurut bunyi pasal 78 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tersebut adalah..." pelaksanaan undang undang ini dievaluasi setiap tahun dan untuk pertama kalinya dilakukan pada akhir tahun ketiga sesudah undang undang ini berlaku." Sedangkan dalam kenyataannya selama ini tidak pernah dilakukan evaluasi dimaksud. Lalu pasal 77 menyebutkan..."Usul perubahan atas Undang undang ini (UU Otsus Papua) dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua atau bisa diartikan sebagai rakyat pada provinsi-provinsi di Tanah Papua, termasuk Papua Barat melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Itu artinya proses perubahan harus muncul dari rakyat melalui Majelis Rakyat Papua baik di Papua dan Papua Barat dan juga DPR di Papua dan Papua Barat yang disampaikan nantinya kepada DPR RI atau pemerintah Pusat di Jakarta," katanya.
Jika ada usul perubahan, lanjut Yan yang juga direktur eksekutif LP3BH Manokwari itu, maka tentu harus dilakukan evaluasi lebih dulu berdasarkan amanat pasal 78, guna mengisi dan menjawab hal-hal yang perlu diperbaiki atau ditambahkan atau disempurnakan bahkan diganti lewat mekanisme perubahan atas undang undang Otsus Papua sebagaimana diatur di dalam pasal 77 tersebut.
"Dari fakta material dan aspek formalitas yang ada dalam kedua pasal undang undang tersebut, sudah nampak jelas bahwa langkah dan inisiatif perubahan atas undang undang otsus Papua yang sementara ini didorong oleh pemerintah daerah di Papua dan Papua Barat jelas-jelas sangat inkonstitusional," katanya.
Sehingga seharusnya rakyat Papua, khususnya Orang asli Papua, lanjut Yan, dapat menempuh jalur hukum guna mempersoalkan tindakan inprosedural dan inskonstitusional tersebut melalui mekanisme konstitusional yang ada di negara Republik Indonesia.
"Rakyat Papua khususnya orang asli Papua bisa menempuh jalur hukum jika UU Otsus tidak diamanatkan sebagaimana mestinya. Dan hal ini harus diperhatikan oleh Pemerintah Papua dan Papua Barat," tutup Yan. (ant/bm 10)