Random Posts

header ads

Bule Australia kampanyekan bahaya miras oplosan di Indonesia

Surabaya - Tewasnya turis asal Australia, Liam Davies (19) karena keracunan arak ilegal di Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada 5 Januari lalu, masih menyisakan duka mendalam bagi orang tuanya, Tim Davies. Pria asal Australia inipun berkeinginan untuk mendirikan organisasi LIAM (Lifesaving Initiative Against Methanol) Charitable Fund, yang bertujuan untuk mengkampanyekan anti arak oplosan di Indonesia.

Saat ini dia mulai getol menggelar penggalangan amal LIAM, yang memang sengaja dibentuknya untuk mengatasi masalah cukrik oplosan dan mencegah jatuhnya korban lebih banyak lagi akibat keracunan metanol (cukrik oplosan).

Terlebih lagi, saat mendengar peristiwa meninggalnya belasan orang usai menggelar pesta miras jenis cukrik oplosan beberapa waktu lalu di Surabaya, Jawa Timur, yang menandakan maraknya peredaran minuman metanol yang berbahaya itu di Indonesia, makin menggugah semangatnya untuk mengkampanyekan kesadaran masyarakat soal bahaya cukrik oplosan.

"Kami datang ke sini, Indonesia, karena kami peduli pada generasi muda. Sudah banyak kematian yang disebabkan oleh miras oplosan ini," kata Tim Davies dengan Bahasa Inggris saat menggelar acara bertema "Peningkatan Kapasitas Jurnalis Memahami Bahaya Minuman Keras Oplosan" di Surabaya, Kamis (31/10).

Dikisahkan dia, Liam Charitable Fund dibentuknya, karena dia merasakan kesedihan yang mendalam karena kematian putranya, Liam Davies (19), yang meninggal akibat keracunan metanol di Pulau Gili Trawangan, Lombok, NTB, Januari lalu.

Dan makin banyaknya peristiwa kematian anak muda di Indonesia akibat meminum minuman yang sama, Tim tidak ikin bertambahnya jatuh korban yang mengakibatkan kesedihan dari para orang tua seperti yang dirasakannya, saat kehilangan Liam untuk selama-lamanya.

"Kematian anak muda di Indonesia akibat miras oplosan jauh lebih banyak. Masalah ini (kampanye anti miras oplosan) harus disuarakan, karena memang sangat berbahaya. Selain karena kematian anak saya, saya dan keluarga prihatin karena miras oplosan ini masih marak di Indonesia," paparnya.

Aksi nyata Liam Charitable adalah menyebar ribuan flier di Australia, Bali dan NTB, dan akan segera di Surabaya. "Liam bergerak ke semua lini, memberikan pendidikan dan pemahaman di sekolah, di desa-desa, termasuk rumah sakit dan tempat layanan umum, terkait bahaya minuman alkohol oplosan ini," sambungnya.

Selain memberikan pemahaman bahaya miras oplosan, Liam Charitable Fund juga memberikan cara pertolongan pertama dan memberi bantuan peralatan untuk tindakan medis, seperti yang sudah disumbangkan ke Rumah Sakit Daerah di Gili Trawangan, Lombok, NTB.

Davies juga menegaskan, peredaran miras oplosan telah banyak memakan korban jiwa, dan kebiasaan mengoplos miras secara serampangan harus segera dihentikan. Apalagi, tidak ada payung hukum pasti, untuk mencegah peredaran miras berbahaya ini. Peredaran miras non label ini, sanksinya hanya sanksi tipiring (tindak pidana ringan).

Padahal, kata dia, bahaya miras oplosan ini, tidak hanya mengancam turis mancanegara yang berada di Indonesia, tapi juga 'menghantui' warga lokal. "Data Gerakan Nasional Anti Miras mencatat, 18 ribu orang tewas tiap tahun di Indonesia karena miras oplosan, maka ini layak menjadi perhatian bersama," tandasnya. (Sumber: Merdeka.com)