Ternate - Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Maluku Utara diminta menyerahkan hasil audit kerugian negara dalam kasus pembelian kapal Halsel Ekspres 01 senilai Rp14,6 miliar yang diduga melibatkan Bupati Halmahera Selatan Muhammad Kasuba.
"Secara kelembagaan mendesak segera menyerahkan hasil tim penilai kapal tersebut ke Kejaksaan Tinggi Malut," kata Wakil Direktur HCW Malut Rajak Abdullah di Ternate, Sabtu.
Ia mengatakan, berdasarkan alat bukti surat bertanda P-7 dalam putusan praperadilan, dari pembelian kapal Halsel Express sebesar Rp 14,6 miliar itu menggunakan dana APBD Tahun Anggaran Tahun 2006.
Kemudian ditemukan itu tidak dianggarkan sehingga pembeliannya melanggar hukum, dan Kepres Nomor 80 Tahun 2003 jo Perpres Nomor : 8 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa milik pemerintah.
Menurut dua, kemudian ditemukan kerugian keuangan negara sebagai akibat dari perbuatan pembelian kapal Halsel Ekspres yaitu pajak yang wajib dibayar dan menjadi beban Pemda Halmahera Selatan sebesar Rp 13 miliar lebih .
"Besarnya uang dari pembelian kapal serta pajak yang wajib dibayar sebesar Rp 29.239.760.000. Inilah jumlah yang pasti terhadap kerugian keuangan negara atas pembelian kapal itu," jelasnya.
Oleh karena itu, BPK tidak perlu berlama-lama menyerahkan hasil tim penilai kapal yang sudah menyatakan terdapat unsur tindak pidana korupsi, yang pembeliannya mengalami kemahalan.
"Ini prosesnya sudah setahun dan BPK tidak perlu mengeluarkan alasan yang tidak masuk akal dengan audit yang belum selesai, karena data yang HCW serahkan ke BPK itu sudah lengkap menunjukan kerugian negara," ujarnya.
Sementara itu, Kajati Malut, Abdoel Kadiroen,SH ketika dikonfirmasi menegaskan, semua kasus korupsi yang ditangani oleh Kejati di Malut, terutama yang kini sedang ditangani institusi itu secara professional, termasuk kasus pembelian kapal Halsel Ekspres senilai Rp14,6 miliar oleh Pemkab Halsel yang diduga bermasalah.
Kasus pembelian kapal Halsel Eksres senilai Rp14,6 miliar pada tahun 2006 telah diterbitkan SP3 oleh Kejati Malut, namun dibuka setelah melalui sidang praperadilan dimenangkan oleh LSM Halmahera Coruption Watch (HCW) pada tahun 2012 silam. (ant/bm 10)
"Secara kelembagaan mendesak segera menyerahkan hasil tim penilai kapal tersebut ke Kejaksaan Tinggi Malut," kata Wakil Direktur HCW Malut Rajak Abdullah di Ternate, Sabtu.
Ia mengatakan, berdasarkan alat bukti surat bertanda P-7 dalam putusan praperadilan, dari pembelian kapal Halsel Express sebesar Rp 14,6 miliar itu menggunakan dana APBD Tahun Anggaran Tahun 2006.
Kemudian ditemukan itu tidak dianggarkan sehingga pembeliannya melanggar hukum, dan Kepres Nomor 80 Tahun 2003 jo Perpres Nomor : 8 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa milik pemerintah.
Menurut dua, kemudian ditemukan kerugian keuangan negara sebagai akibat dari perbuatan pembelian kapal Halsel Ekspres yaitu pajak yang wajib dibayar dan menjadi beban Pemda Halmahera Selatan sebesar Rp 13 miliar lebih .
"Besarnya uang dari pembelian kapal serta pajak yang wajib dibayar sebesar Rp 29.239.760.000. Inilah jumlah yang pasti terhadap kerugian keuangan negara atas pembelian kapal itu," jelasnya.
Oleh karena itu, BPK tidak perlu berlama-lama menyerahkan hasil tim penilai kapal yang sudah menyatakan terdapat unsur tindak pidana korupsi, yang pembeliannya mengalami kemahalan.
"Ini prosesnya sudah setahun dan BPK tidak perlu mengeluarkan alasan yang tidak masuk akal dengan audit yang belum selesai, karena data yang HCW serahkan ke BPK itu sudah lengkap menunjukan kerugian negara," ujarnya.
Sementara itu, Kajati Malut, Abdoel Kadiroen,SH ketika dikonfirmasi menegaskan, semua kasus korupsi yang ditangani oleh Kejati di Malut, terutama yang kini sedang ditangani institusi itu secara professional, termasuk kasus pembelian kapal Halsel Ekspres senilai Rp14,6 miliar oleh Pemkab Halsel yang diduga bermasalah.
Kasus pembelian kapal Halsel Eksres senilai Rp14,6 miliar pada tahun 2006 telah diterbitkan SP3 oleh Kejati Malut, namun dibuka setelah melalui sidang praperadilan dimenangkan oleh LSM Halmahera Coruption Watch (HCW) pada tahun 2012 silam. (ant/bm 10)