JAKARTA - Terbitnya buku Anas Urbanigrum bertajuk 'Tumbal Politik Cikeas', mendapatkan reaksi dari kalangan internal Partai Demokrat. Buku tersebut dinilai 'lebay' alias berlebihan.
"Buku tersebut terlalu lebay dan tidak ada nilai akademiknya. Mestinya, sebagai seorang politisi, Anas maupun Ma'mun Murod bersikap gentleman, ksatria," kata Sekretaris Pengembangan Strategi dan Kebijakan DPP Partai Demokrat Farhan Effendy kepada Tribunnews.com, Selasa (27/8/2013).
"Berani menanggung risiko ketika berbuat. Berani menghadapi kenyataan ketika harus berurusan dengan KPK dan hukum. Berani berbuat, berani bertanggung jawab, tidak 'muka buruk cermin dibelah'. Ini adalah kelakuan pesakitan," imbuh Farhan Effendy.
Kemunculan buku tersebut, kata Farhan, juga dinilai politis. Upaya menerbitkan buku tersebut hanyalah mencari sensasi dan perhatian publik, di tengah mulai menghangatnya situasi pencapresan.
Bisa saja, lanjut Farhan, para pihak yang mendorong terbitnya buku tersebut berharap ada yang merangkulnya, ada yang mengasihaninya, dan ada pula yang berubah membela Anas dan penulisnya untuk sama-sama mencaci Cikeas atau politik di Demokrat.
"Semua serba mungkin. Kita tahu, publik semua tahu, bahwa hancurnya politik Anas adalah karena praktik korupsi yang dilakukan bersama kolega-koleganya, yang saat ini terus digodok oleh pihak KPK. Menjadi aneh, kalau Ma'mun Murod menuding Cikeas atas kematian politik Anas," tutur Farhan.
Farhan juga mengkhawatirkan munculnya pihak-pihak yang menunggangi Anas Urbaningrum melalui penerbitan buku, untuk mencari panggung politik.
"Saya khawatir, Anas dijadikan alat untuk orang-orang tertentu mencari panggung baru dalam politik," cetus Farhan. (Sumber: Tribunnews.com)
"Buku tersebut terlalu lebay dan tidak ada nilai akademiknya. Mestinya, sebagai seorang politisi, Anas maupun Ma'mun Murod bersikap gentleman, ksatria," kata Sekretaris Pengembangan Strategi dan Kebijakan DPP Partai Demokrat Farhan Effendy kepada Tribunnews.com, Selasa (27/8/2013).
"Berani menanggung risiko ketika berbuat. Berani menghadapi kenyataan ketika harus berurusan dengan KPK dan hukum. Berani berbuat, berani bertanggung jawab, tidak 'muka buruk cermin dibelah'. Ini adalah kelakuan pesakitan," imbuh Farhan Effendy.
Kemunculan buku tersebut, kata Farhan, juga dinilai politis. Upaya menerbitkan buku tersebut hanyalah mencari sensasi dan perhatian publik, di tengah mulai menghangatnya situasi pencapresan.
Bisa saja, lanjut Farhan, para pihak yang mendorong terbitnya buku tersebut berharap ada yang merangkulnya, ada yang mengasihaninya, dan ada pula yang berubah membela Anas dan penulisnya untuk sama-sama mencaci Cikeas atau politik di Demokrat.
"Semua serba mungkin. Kita tahu, publik semua tahu, bahwa hancurnya politik Anas adalah karena praktik korupsi yang dilakukan bersama kolega-koleganya, yang saat ini terus digodok oleh pihak KPK. Menjadi aneh, kalau Ma'mun Murod menuding Cikeas atas kematian politik Anas," tutur Farhan.
Farhan juga mengkhawatirkan munculnya pihak-pihak yang menunggangi Anas Urbaningrum melalui penerbitan buku, untuk mencari panggung politik.
"Saya khawatir, Anas dijadikan alat untuk orang-orang tertentu mencari panggung baru dalam politik," cetus Farhan. (Sumber: Tribunnews.com)