Random Posts

header ads

LSM Nilai Pemerintah Hiraukan Kebebasan Beragama, Tokoh Lintas Agama Soroti Tingginya Pelanggaran Hukum dan HAM

Agama Soroti Tingginya Pelanggaran Hukum dan HAM

JAKARTA - Pada akhir tahun 2011 ini banyak lembaga non pemerintah, tokoh masyarakat dan tokoh lintas agama menilai kinerja pemerintah terhadap perlindungan kebebasan beragama di Indonesia kian berkurang, sedang pelanggaran kemanusiaan dan hukum semakin meningkat.

Seperti diutarakan lembaga sosial dan keagamaan The Wahid Institute, mereka menilai pemerintah tidak serius memperhatikan isu kebebasan beragama pada 2011.

Peneliti The Wahid Institute, Rumadi, mengatakan, kebebasan beragama sepanjang 2011, berbagai kasus dan pelanggaran terkait kebebasan beragama hanya dijadikan isu sampingan oleh pemerintah.

"Meskipun sejumlah lembaga, seperti Wahid Institute dan Setara Institute, membuat laporan dan hampir semuanya menyebutkan laporan kekerasan atau pelanggaran kebebasan beragama itu naik, itu dianggap sebagai angin lalu saja, karena tidak ada upaya dari pemerintah untuk menghentikan persoalan itu," ujar Rumadi saat jumpa pers di kantor Wahid Institute, Jakarta, Kamis (29/12/2011).

Wahid Institute mencatat, pada tahun 2011 ini pelanggaran kebebasan beragama di beberapa daerah meningkat dari 64 kasus pada 2010 menjadi 92 kasus (18 persen). Peningkatan pelanggaran itu dinilai sebagai bukti bahwa paradigma pemerintah tentang pengaturan agama dan keyakinan masih bias dan selalu menguntungkan mayoritas.

Menurut Rumadi, faktor lainnya yang mengakibatkan banyaknya terjadi pelanggaran kebebasan beragama karena banyak pejabat pemerintah yang menilai kebebasan beragama bukan isu populer. Dari riset Wahid Institute, paparnya, langkah-langkah sejumlah pejabat untuk membuat sejumlah regulasi kebebasan beragama hanya dijadikan sebagai kamuflase politik.

"Dan tidak lain itu dilakukan untuk menaikkan popularitas semata. Dan bukan tidak mungkin kalau regulasi itu justru malah dijadikan ajang koruptif dari beberapa pejabat itu, malah bahkan ada justru yang merugikan kelompok minoritas," katanya.

Selain itu, Rudiman menambahkan, jika melihat sistem negara Demokratis, seharusnya pemerintah dapat memberikan toleransi besar terhadap kebebasan beragama. Ia menilai, jaminan penegakan hukum dan pemberian perlindungan yang terkandung dalam asas demokrasi negara ini harus juga diberlakukan kepada kelompok minoritas.

"Dan pelanggaran kebebasan ini juga sangat terpengaruh dengan faktor leadership. Pemerintah kita ini telah kehilangan leadership dan komitmen politik dan hukum dalam masalah kebebasan beragama. Belum terlihat upaya yang nyata, sejauh mana perlindungan negara untuk menjamin pluralitas di negeri ini," tegasnya.

Tingginya pelanggaran Hukum dan HAM
Sebelumnya pada Selasa (27/12/2011), para tokoh lintas agama nasional mengadakan diskusi refleksi akhir tahun 2011 di gedung PBNU, Jakarta Pusat. Dihadiri oleh Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pdt Andreas A Yewengoe, Ketua Umum Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr MD Situmorang OFM, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Said Aqil Siroj, Majelis Budhayana Indonesia (MBI) Krishnanda Wijaya Mukti, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sang Nyoman Suwisma, Generasi Muda Konghucu (Gemaku) Kristan.

Dalam diskusi refleksi akhir tahun itu, para tokoh lintas agama ini menilai proses penegakan hukum di Indonesia selama tahun 2011 masih tebang pilih dan cendrung menyentuh kelompok lemah ekonomi.

Selain itu mereka juga menyoroti banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi selama ini tanpa ada penyelesaian baik dari pemerintah maupun instansinya, menyusul maraknya kasus kekerasan seperti di Papua, Mesuji, dan Bima.

Para tokoh agama itu mencatat setidaknya masih ada empat agenda yang belum diselesaikan pada 2011 ini dan harus diperbaki pada 2012 mendatang. Selain penegakan hukum dan HAM, Indonesia juga dinilai belum berhasil mewujudkan kedaulatan pangan dan pemerataan pembangunan.

Meskipun demikian, para tokoh agama mengakui ada sejumlah capaian positif pada 2011 ini diantaranya terbitnya sejumlah undang-undang yang cukup penting. Selain itu, catatan positif seperti penangkapan pelaku terorisme dan pengungkapan beberapa kasus korupsi juga perlu diapresiasi. Sejumlah prestasi Indonesia di dunia internaisonal seperti diraihnya investment grade juga menjadi catatan baik.

“Namun, diluar itu masih ada pekerjaan rumah di dalam negeri yang belum diselesaikan. Ketimpangan pembangunan desa-kota semakin tinggi yang akhirnya gagal memakmurkan rakyat,” ujar Said Aqil yang menjadi juru bicara para tokoh agama itu.

Para tokoh agama juga menyesalkan sikap gotong royong dan muyawarah untuk mufakat yang dulu di banggakan warga Indonesia sudah luntur dan tergerus oleh kekuatan modal besar. Sebab pemerintah dan pihak penguasa saat ini lebih mengedepankan kepentingan kekuatan besar dan modal besar dan mengabaikan sikap musyawarah untuk mufakat. (PBNU/Kompas/TimPPGI)

Posting Komentar

0 Komentar