Merauke - Legislator Yorrys Raweyai menyatakan permasalahan tanah para transmigran di Merauke dan Papua ada umumnya dengan masyarakat adat pemilik hak ulayat akan dibicarakan dengan pemda dan dibawa ke Komisi IV DPR serta Kementerian Pertanian.
"Masalah tanah para transmigran di Merauke ini kan sama dengan daerah lainnya di Papua, yakni bermasalah dengan para pemililk hak ulayat. Saya sudah dengar langsung dari masyarakat seperti kemarin di Distrik Tanah Miring, Merauke. Saya akan bawa hal ini hingga ke pusat dan kementerian," kata Yorrys anggota Komisi I DPR RI saat bereda di Merauke, Papua, Rabu.
Menurutnya, permasalahan tanah sudah menjadi hal klasik di Papua. Tetapi masalah yang bisa berujung pada konflik komunal dan konflik horizontal itu jika tidak cepat ditanggapi oleh para wakil rakyat dan pemerintah setempat. "Terkesan masalah tanah ini tidak penting. Kita tahu bahwa para transmigran sengaja didatangkan pemerintah untuk membuka isolasi di daerah-daerah termasuk di Papua," katanya.
Para transmigran, kata Yorrys, didatangkan sekitar tahun 1980-an, diberikan rumah dan pekarangan seperempat hektare serta ladang seluas dua hektare, lalu diberikan jaminan hidup selama setahun. "Mereka dikirim ke sini, di hutan, dikasih fasilitas, agar mengolah lahan sambil memperbaiki hidup, belum lagi penyakit, berteman dengan nyamuk, ada yang meninggal, namun sebagian kini mulai sukses. Masuk era reformasi, mulai timbul kecemburuan masyarakat adat dan mengklaim sejumlah lahan termasuk milik transmigran," katanya.
Masyarakat adat juga, kata Yorrys di lain pihak memang benar mengklaim bahwa tanah itu milik mereka. Tapi, lanjutnya, hal itu tidak boleh didiamkan begitu saja, pemerintah harus bergerak cepat, membaca dan melihat situasi di tengah masyarakat. "Oh, ini sudah menjadi tugas saya sebagai wakil rakyat. Saya akan bawa hal ini ke Komisi IV DPR RI, ke Kementerian Pertanian dan Tenaga Kerja agar secepatnya hal ini dicarikan solusi. Saya juga sudah bicara dengan pemerintah Merauke terkait masalah ini," katanya.
Karena, jika hal itu tidak secepatnya didorong, lanjut pria berkacamata itu, maka dikhawatirkan akan terjadi masalah sosial, apalagi tahun depan diperkirakan ada pemekaran kota/kabupaten dan provinsi di Papua. "Sehingga hak itu harus diperjuangkan. Semua pihak harus peduli, ini kan kebijakan pemerintah jadi pemerintah juga yang harus selesaikan," katanya.
Ketika disinggung masalah apa saja yang menjadi perhatian dirinya saat di Merauke, Yorrys Raweyai mengatakan bahwa ada keluhan seperti masalah pengadaan pupuk, fasilitas sosial dan umum, pengairan untuk sawah dan masalah harga padi yang dinilai tidak menguntungkan bagi petani. "Yang jadi perhatian saya itu, para petani minta perhatikan masalah pupuk, fasos dan fasum, pengairan, harga padi dan ratori traktor," demikian Yorrys. (ant/bm 10)
"Masalah tanah para transmigran di Merauke ini kan sama dengan daerah lainnya di Papua, yakni bermasalah dengan para pemililk hak ulayat. Saya sudah dengar langsung dari masyarakat seperti kemarin di Distrik Tanah Miring, Merauke. Saya akan bawa hal ini hingga ke pusat dan kementerian," kata Yorrys anggota Komisi I DPR RI saat bereda di Merauke, Papua, Rabu.
Menurutnya, permasalahan tanah sudah menjadi hal klasik di Papua. Tetapi masalah yang bisa berujung pada konflik komunal dan konflik horizontal itu jika tidak cepat ditanggapi oleh para wakil rakyat dan pemerintah setempat. "Terkesan masalah tanah ini tidak penting. Kita tahu bahwa para transmigran sengaja didatangkan pemerintah untuk membuka isolasi di daerah-daerah termasuk di Papua," katanya.
Para transmigran, kata Yorrys, didatangkan sekitar tahun 1980-an, diberikan rumah dan pekarangan seperempat hektare serta ladang seluas dua hektare, lalu diberikan jaminan hidup selama setahun. "Mereka dikirim ke sini, di hutan, dikasih fasilitas, agar mengolah lahan sambil memperbaiki hidup, belum lagi penyakit, berteman dengan nyamuk, ada yang meninggal, namun sebagian kini mulai sukses. Masuk era reformasi, mulai timbul kecemburuan masyarakat adat dan mengklaim sejumlah lahan termasuk milik transmigran," katanya.
Masyarakat adat juga, kata Yorrys di lain pihak memang benar mengklaim bahwa tanah itu milik mereka. Tapi, lanjutnya, hal itu tidak boleh didiamkan begitu saja, pemerintah harus bergerak cepat, membaca dan melihat situasi di tengah masyarakat. "Oh, ini sudah menjadi tugas saya sebagai wakil rakyat. Saya akan bawa hal ini ke Komisi IV DPR RI, ke Kementerian Pertanian dan Tenaga Kerja agar secepatnya hal ini dicarikan solusi. Saya juga sudah bicara dengan pemerintah Merauke terkait masalah ini," katanya.
Karena, jika hal itu tidak secepatnya didorong, lanjut pria berkacamata itu, maka dikhawatirkan akan terjadi masalah sosial, apalagi tahun depan diperkirakan ada pemekaran kota/kabupaten dan provinsi di Papua. "Sehingga hak itu harus diperjuangkan. Semua pihak harus peduli, ini kan kebijakan pemerintah jadi pemerintah juga yang harus selesaikan," katanya.
Ketika disinggung masalah apa saja yang menjadi perhatian dirinya saat di Merauke, Yorrys Raweyai mengatakan bahwa ada keluhan seperti masalah pengadaan pupuk, fasilitas sosial dan umum, pengairan untuk sawah dan masalah harga padi yang dinilai tidak menguntungkan bagi petani. "Yang jadi perhatian saya itu, para petani minta perhatikan masalah pupuk, fasos dan fasum, pengairan, harga padi dan ratori traktor," demikian Yorrys. (ant/bm 10)