JAKARTA - Salah seorang saksi tragedi tabrakan maut antara KRL Commuter Line jurusan Serpong - Tanah Abang dengan truk tangki milik Pertamina menyebut bahwa truk sempat mati mesin saat terjebak di tengah perlintasan Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan.
Saksi tersebut mengaku, sebelum truk yang dikemudikan Chosimin (44) dan Mudjiono (44) itu dihajar KRL ia berada di sebelah belakang bagian kanan truk, karena hendak menyalip.
Kondisi jalan di perlintasan itu memang tidak rata. Pada bagian yang dilintasi rel jalan tampak bergelombang. Saksi bernama Albar ini mengaku tahu truk itu mesinnya sempat mati karena tiba-tiba truk mundur ke belakang.
"Mesinnya juga mati. Soalnya kalau mesinnya hidup saya pasti dengar, itu kan truk besar, mesinnya pasti berisik," katanya saat ditemui Tribunnews.com, Selasa(10/12/2013).
Sesaat sebelum tabrakan terjadi penjaga pintu perlintasan, Pamuji (48) sempat berlari keluar dari pos dan menghampiri sang sopir truk sembari membawa bendera merah. Pamuji meminta truk untuk terus melaju, namun permintaan tersebut tidak bisa dipenuhi Chosimin.
Albar mengaku sangat panik saat Pamuji memberitahu pengendara bahwa akan ada kereta yang melintas. Ia pun memundurkan kendaraannya hingga batas rel. Tak lama setelah ia mundur ke batas rel kereta pun datang dengan kecepatan sekitar 70 kilometer perjam, dan menghantam truk tersebut.
Kata dia truk itu sempat terseret sekitar sepuluh meter, lalu terbakar hebat. Hingga ia melarikan diri lokasi kejadian, ia mengaku sama sekali tidak mendengar ledakan dari tangki BBM yang terbakar itu.
"Sampai saya kabur saya tidak dengar ledakan. Tapi saya sempat dengar kabar dari teman saya kalau sempat ada ledakan," ujarnya. (Sumber: Tribunnews.com)
Saksi tersebut mengaku, sebelum truk yang dikemudikan Chosimin (44) dan Mudjiono (44) itu dihajar KRL ia berada di sebelah belakang bagian kanan truk, karena hendak menyalip.
Kondisi jalan di perlintasan itu memang tidak rata. Pada bagian yang dilintasi rel jalan tampak bergelombang. Saksi bernama Albar ini mengaku tahu truk itu mesinnya sempat mati karena tiba-tiba truk mundur ke belakang.
"Mesinnya juga mati. Soalnya kalau mesinnya hidup saya pasti dengar, itu kan truk besar, mesinnya pasti berisik," katanya saat ditemui Tribunnews.com, Selasa(10/12/2013).
Sesaat sebelum tabrakan terjadi penjaga pintu perlintasan, Pamuji (48) sempat berlari keluar dari pos dan menghampiri sang sopir truk sembari membawa bendera merah. Pamuji meminta truk untuk terus melaju, namun permintaan tersebut tidak bisa dipenuhi Chosimin.
Albar mengaku sangat panik saat Pamuji memberitahu pengendara bahwa akan ada kereta yang melintas. Ia pun memundurkan kendaraannya hingga batas rel. Tak lama setelah ia mundur ke batas rel kereta pun datang dengan kecepatan sekitar 70 kilometer perjam, dan menghantam truk tersebut.
Kata dia truk itu sempat terseret sekitar sepuluh meter, lalu terbakar hebat. Hingga ia melarikan diri lokasi kejadian, ia mengaku sama sekali tidak mendengar ledakan dari tangki BBM yang terbakar itu.
"Sampai saya kabur saya tidak dengar ledakan. Tapi saya sempat dengar kabar dari teman saya kalau sempat ada ledakan," ujarnya. (Sumber: Tribunnews.com)