Jakarta - Ketua Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia Anas Urbaningrum mengatakan setiap pemimpin pasti memiliki kelemahan, namun sejatinya pemimpin harus dapat meninggalkan warisan yang menjadi martir perubahan positif bagi generasi bangsa.
"Tidak ada pemimpin yang tidak memiliki kelemahan. Akan tetapi, kelemahan itu dapat dinomorduakan oleh rakyat ketika pemimpin itu meninggalkan warisan yang besar," kata Anas setelah menonton film "Soekarno" karya sineas Hanung Bramantyo di Jakarta, Kamis malam.
Anas mengatakan bahwa setiap Presiden belum tentu dapat menjadi pemimpin karena pemimpin adalah produk sejarah, sedangkan Presiden adalah produk dari pelaksanaan pemilihan umum.
"Jadi, tantangan siapa pun adalah tidak menjadi Presiden, tetapi menjadi pemimpin yang dikenang karena memiliki "legacy'," kata mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat ini.
Menyinggung film Soekarno, Anas mengatakan bahwa warisan berharga dari kedua proklamator Soekarno dan Muhammad Hatta adalah sebuah momentum persatuan bangsa dan juga upaya para pemimpin yang dapat menyingkirkan egoismenya demi kepentingan nasional.
"Warisan itu adalah proklamasi, sebuah negara kesatuan, warisan itu Indonesia yang berdiri atas dasar Pancasila," ujar dia.
Perbedaan pendapat antara Soekarno dan Sjahrir tidak melunturkan nasionalisme para pejuang karena para pemimpin menyadari mereka memiliki satu keinginan penting, yakni bebas dan merdeka.
"Walaupun awalnya berbeda, mereka pada akhirnya tetap bersatu dan mampu meraih kemerdekaan," ujar mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam ini.
Karakter dan sifat bangsa Indonesia yang berbeda-beda, ujar Anas, mampu disaripatikan dengan baik oleh Soekarno dan Hatta saat menentukan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.
Anas menyatakan apresiasinya terhadap film "Soekarno" karena telah memberikan inspirasi mengenai arti pentingnya perjuangan dan persatuan.
Meskipun demikian, Anas mengakui bahwa film yang mengangkat cerita sejarah memang sulit untuk memberi gambaran secara detail karena juga menyangkut berbagai penafsiran peristiwa lampau dan kelengkapan data dan informasi sejarah tersebut. (ant/bm 10)
"Tidak ada pemimpin yang tidak memiliki kelemahan. Akan tetapi, kelemahan itu dapat dinomorduakan oleh rakyat ketika pemimpin itu meninggalkan warisan yang besar," kata Anas setelah menonton film "Soekarno" karya sineas Hanung Bramantyo di Jakarta, Kamis malam.
Anas mengatakan bahwa setiap Presiden belum tentu dapat menjadi pemimpin karena pemimpin adalah produk sejarah, sedangkan Presiden adalah produk dari pelaksanaan pemilihan umum.
"Jadi, tantangan siapa pun adalah tidak menjadi Presiden, tetapi menjadi pemimpin yang dikenang karena memiliki "legacy'," kata mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat ini.
Menyinggung film Soekarno, Anas mengatakan bahwa warisan berharga dari kedua proklamator Soekarno dan Muhammad Hatta adalah sebuah momentum persatuan bangsa dan juga upaya para pemimpin yang dapat menyingkirkan egoismenya demi kepentingan nasional.
"Warisan itu adalah proklamasi, sebuah negara kesatuan, warisan itu Indonesia yang berdiri atas dasar Pancasila," ujar dia.
Perbedaan pendapat antara Soekarno dan Sjahrir tidak melunturkan nasionalisme para pejuang karena para pemimpin menyadari mereka memiliki satu keinginan penting, yakni bebas dan merdeka.
"Walaupun awalnya berbeda, mereka pada akhirnya tetap bersatu dan mampu meraih kemerdekaan," ujar mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam ini.
Karakter dan sifat bangsa Indonesia yang berbeda-beda, ujar Anas, mampu disaripatikan dengan baik oleh Soekarno dan Hatta saat menentukan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.
Anas menyatakan apresiasinya terhadap film "Soekarno" karena telah memberikan inspirasi mengenai arti pentingnya perjuangan dan persatuan.
Meskipun demikian, Anas mengakui bahwa film yang mengangkat cerita sejarah memang sulit untuk memberi gambaran secara detail karena juga menyangkut berbagai penafsiran peristiwa lampau dan kelengkapan data dan informasi sejarah tersebut. (ant/bm 10)