JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyesalkan aksi penyadapan Amerika Serikat ke Indonesia dengan memasang alat sadap di kedutaan besar di Jakarta.
Karena, kalau benar penyadapan dilakukan, hal ini sangat mengganggu hubungan diplomasi kedua negara.
"Pada prinsipnya kalau benar seperti diberitakan sungguh ini sangat disesalkan karena suatu hubungan diplomasi tidak boleh tekontaminasi dengan aksi penyadapan," ungkap Juru bicara Presiden, Julian A Pasha, di kompleks Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (1/11/2013).
Kabar adanya fasilitas penyadapan itu berasal dari bekas analis National Security Agency (NSA), Edward Snowden, yang kini mendapat suaka di Rusia. Menurut dia, AS menyadap telepon dan memonitor jaringan komunikasi melalui fasilitas pengawasan elektronik yang berada di kedutaan besar dan konsulatnya di seluruh Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Operasi ini dilakukan oleh Special Collection Service, satuan tugas gabungan Central Intelligence Agency (CIA) dan NSA.
Karena itu, guna memastikan mengenai kabar tersebut, Presiden telah meminta Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa berkomunikasi dan mengklarifikasi ke pihak-pihak terkait.
Julian jelaskan, hasil klarifkasi Menlu akan dilakukan dengan meminta penjelasan dan memberikan kepastian apakah informasi itu benar atau tidak.
"Menlu akan memanggil pihak-pihak terkait," jelas Julian.
Saat ditanya apa sudah ada kerugian akibat penyadapan, Julian tak ingin berandai-andai sebelum hal ini bisa dipastikan kebenarannya. "Kami harus pastikan dulu dan menunggu penjelasan. Kalau sudah ada klarifikasi nanti Menlu yang akan sampaikan," tuturnya.
Begitu pun mengenai nota protes dari Presiden, masih menuggu penjelasan klarfikasi mengenai kepastian apakah benar atau tidak informasi tersebut. (Sumber: Tribunnews.com)
Karena, kalau benar penyadapan dilakukan, hal ini sangat mengganggu hubungan diplomasi kedua negara.
"Pada prinsipnya kalau benar seperti diberitakan sungguh ini sangat disesalkan karena suatu hubungan diplomasi tidak boleh tekontaminasi dengan aksi penyadapan," ungkap Juru bicara Presiden, Julian A Pasha, di kompleks Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (1/11/2013).
Kabar adanya fasilitas penyadapan itu berasal dari bekas analis National Security Agency (NSA), Edward Snowden, yang kini mendapat suaka di Rusia. Menurut dia, AS menyadap telepon dan memonitor jaringan komunikasi melalui fasilitas pengawasan elektronik yang berada di kedutaan besar dan konsulatnya di seluruh Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Operasi ini dilakukan oleh Special Collection Service, satuan tugas gabungan Central Intelligence Agency (CIA) dan NSA.
Karena itu, guna memastikan mengenai kabar tersebut, Presiden telah meminta Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa berkomunikasi dan mengklarifikasi ke pihak-pihak terkait.
Julian jelaskan, hasil klarifkasi Menlu akan dilakukan dengan meminta penjelasan dan memberikan kepastian apakah informasi itu benar atau tidak.
"Menlu akan memanggil pihak-pihak terkait," jelas Julian.
Saat ditanya apa sudah ada kerugian akibat penyadapan, Julian tak ingin berandai-andai sebelum hal ini bisa dipastikan kebenarannya. "Kami harus pastikan dulu dan menunggu penjelasan. Kalau sudah ada klarifikasi nanti Menlu yang akan sampaikan," tuturnya.
Begitu pun mengenai nota protes dari Presiden, masih menuggu penjelasan klarfikasi mengenai kepastian apakah benar atau tidak informasi tersebut. (Sumber: Tribunnews.com)