Sentani - Ratusan warga terjaring operasi yustisi yang digelar Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bersama dengan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Jayapura, Papua.
Kepala Dispenduk dan Capil Kabupaten Jayapura Alberth Pangaloang di Sentani, Rabu, mengatakan ratusan warga yang terjaring itu langsung dianjurkan untuk melakukan perekaman data di tempat penjaringan.
"Tidak ada sanksi bagi warga yang diketahui belum memiliki e-KTP (Kartu Tanda Penduduk Elektronik), belum melakukan perekaman e-KTP maupun yang sementara ini 'e-KTP-nya' tengah dibuat," ujarnya.
Menurut Alberth, imbauan untuk memberikan denda sebagai sanksi terhadap warga yang belum memiliki e-KTP tidak berdampak banyak, pasalnya kebanyakan warga yang belum memiliki e-KTP karena alat perekamnya rusak atau tidak ada petugasnya.
"Kesulitan transportasi dan medan juga menjadi penyebab mengapa perekaman e-KTP belum juga selesai dilakukan di Kabupaten Jayapura," urainya.
Alberth mencontohkan perekaman di wilayah pedalaman, seperti di Distrik Airu.
Warga setempat, katanya, bersedia melakukan perekaman, namun karena jarak yang jauh dan transportasi yang sulit, alat perekam sampai di tempat itu, akan tetapi rusak sehingga mereka tidak bisa melakukan perekaman.
"Warga di Distrik Airu yang hendak melakukan perekaman terpaksa harus turun ke wilayah kota, seperti Distrik Sentani Kota, namun biaya transportasi sungguh tinggi sehingga warga terpaksa menunggu alat perekam diperbaiki," katanya.
Ia mengatakan terhadap mereka yang terjaring operasi yustisi itu, pihaknya akan menyediakan alat perekam di tempat tersebut sehingga warga bisa langsung melakukan perekaman data untuk e-KTP.
"Hingga saat ini, perekaman e-KTP di Kabupaten Jayapura jika dipersentasi telah mencapai 53 persen dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Provinsi Papua," katanya. (ant/bm 10)
Kepala Dispenduk dan Capil Kabupaten Jayapura Alberth Pangaloang di Sentani, Rabu, mengatakan ratusan warga yang terjaring itu langsung dianjurkan untuk melakukan perekaman data di tempat penjaringan.
"Tidak ada sanksi bagi warga yang diketahui belum memiliki e-KTP (Kartu Tanda Penduduk Elektronik), belum melakukan perekaman e-KTP maupun yang sementara ini 'e-KTP-nya' tengah dibuat," ujarnya.
Menurut Alberth, imbauan untuk memberikan denda sebagai sanksi terhadap warga yang belum memiliki e-KTP tidak berdampak banyak, pasalnya kebanyakan warga yang belum memiliki e-KTP karena alat perekamnya rusak atau tidak ada petugasnya.
"Kesulitan transportasi dan medan juga menjadi penyebab mengapa perekaman e-KTP belum juga selesai dilakukan di Kabupaten Jayapura," urainya.
Alberth mencontohkan perekaman di wilayah pedalaman, seperti di Distrik Airu.
Warga setempat, katanya, bersedia melakukan perekaman, namun karena jarak yang jauh dan transportasi yang sulit, alat perekam sampai di tempat itu, akan tetapi rusak sehingga mereka tidak bisa melakukan perekaman.
"Warga di Distrik Airu yang hendak melakukan perekaman terpaksa harus turun ke wilayah kota, seperti Distrik Sentani Kota, namun biaya transportasi sungguh tinggi sehingga warga terpaksa menunggu alat perekam diperbaiki," katanya.
Ia mengatakan terhadap mereka yang terjaring operasi yustisi itu, pihaknya akan menyediakan alat perekam di tempat tersebut sehingga warga bisa langsung melakukan perekaman data untuk e-KTP.
"Hingga saat ini, perekaman e-KTP di Kabupaten Jayapura jika dipersentasi telah mencapai 53 persen dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Provinsi Papua," katanya. (ant/bm 10)