Islamabad - Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif, Jumat (8/11), mengatakan serangan "drone" AS pada 1 November sehingga menewaskan pemimpin Taliban Pakistan telah menggelincirkan rencananya untuk menyelenggarakan pembicaraan perdamaian dengan faksi gerilyawan itu.
Pemimpin Taliban Hakimullah Mehsud tewas bersama lima temannya ketika satu pesawat mata-mata tanpa awak milik AS menembakkan rudal ke kendaraannya di Wilayah Suku Waziristan Utara.
Setelah serangan tersebut, pemimpin baru Tehrik-e-Taliban Pakistan Maulvi Fazalullah menolak untuk mengadakan pembicaraan dengan Pemerintah Pakistan dan mengancam akan melancarkan serangan pembalasan. Ancaman Taliban itu telah meningkatkan kekhawatiran serius mengenai kemungkinan kemunduran dalam upaya perdamaian Islamabad.
Nawaz Sharif berkeras pemerintahnya masih memiliki keinginan untuk menyelesaikan semua masalah dengan Taliban melalui perundingan.
"Proses perundingan dengan Taliban akan mencapai penyelesaian tapi peristiwa yang tidak menguntungkan tersebut membuatnya tergelincir," kata Perdana Menteri Pakistan itu kepada pemimpin usaha di Kota Pelabuhan Karachi, yang dilanda kerusuhan.
"Kami tak ingin darah saudara-saudari kami tumpah di jalan dan kami akan melancarkan setiap upaya yang mungkin untuk mencegah itu," kata Nawaz Sharif, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu.
Parlemen Pakistan pada Jumat terus membahas situasi yang muncul akibat serangan "drone" AS dan kebanyakan anggota Parlemen memiliki pandangan yang sama bahwa serangan AS telah menghambat proses dialog.
Namun sebagian anggota oposisi mengatakan mereka tidak mengetahui mengenai sikap jelas pemerintah tentang pembicaraan dengan Taliban.
Mantan menteri luar negeri Shah Mahmood Qureshi mengatakan anggota Majelis Nasional dan rakyat di negeri tersebut tidak tahu mengenai proses dialog dengan Taliban.
Ia menyatakan pemerintah harus menjelaskan posisinya mengenai itu.
Anggota parlemen dari oposisi juga melancarkan aksi keluar ruangan dalam proses di Parlemen sebab para menteri belum memberi penjelasan kepada mereka tentang dialog dengan Taliban.
Atas permintaan pemerintah, anggota oposisi mengakhiri protes mereka tapi mengatakan mereka kembali akan meninggalkan ruang pertemuan pada Senin (11/11), jika perdana menteri membuat mereka yakin dan memberi pernyataan mengenai dialog dengan Taliban.
Sebelumnya, para pembicara yang ikut dalam perdebatan tersebut mengatakan pemerintah mesti menggagas proses dialog dengan Taliban dan menuntut bahwa serangan pesawat tanpa awak milik AS harus dihentikan guna menjamin keberhasilan dialog itu.
Mereka mengatakan perdamaian mesti diberi kesempatan tapi dialog dengan Taliban mesti tanpa syarat. Mereka juga mengatakan serangan "drone" telah mengguncang ekonomi negara mereka. (Ant/bm 10)
Pemimpin Taliban Hakimullah Mehsud tewas bersama lima temannya ketika satu pesawat mata-mata tanpa awak milik AS menembakkan rudal ke kendaraannya di Wilayah Suku Waziristan Utara.
Setelah serangan tersebut, pemimpin baru Tehrik-e-Taliban Pakistan Maulvi Fazalullah menolak untuk mengadakan pembicaraan dengan Pemerintah Pakistan dan mengancam akan melancarkan serangan pembalasan. Ancaman Taliban itu telah meningkatkan kekhawatiran serius mengenai kemungkinan kemunduran dalam upaya perdamaian Islamabad.
Nawaz Sharif berkeras pemerintahnya masih memiliki keinginan untuk menyelesaikan semua masalah dengan Taliban melalui perundingan.
"Proses perundingan dengan Taliban akan mencapai penyelesaian tapi peristiwa yang tidak menguntungkan tersebut membuatnya tergelincir," kata Perdana Menteri Pakistan itu kepada pemimpin usaha di Kota Pelabuhan Karachi, yang dilanda kerusuhan.
"Kami tak ingin darah saudara-saudari kami tumpah di jalan dan kami akan melancarkan setiap upaya yang mungkin untuk mencegah itu," kata Nawaz Sharif, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu.
Parlemen Pakistan pada Jumat terus membahas situasi yang muncul akibat serangan "drone" AS dan kebanyakan anggota Parlemen memiliki pandangan yang sama bahwa serangan AS telah menghambat proses dialog.
Namun sebagian anggota oposisi mengatakan mereka tidak mengetahui mengenai sikap jelas pemerintah tentang pembicaraan dengan Taliban.
Mantan menteri luar negeri Shah Mahmood Qureshi mengatakan anggota Majelis Nasional dan rakyat di negeri tersebut tidak tahu mengenai proses dialog dengan Taliban.
Ia menyatakan pemerintah harus menjelaskan posisinya mengenai itu.
Anggota parlemen dari oposisi juga melancarkan aksi keluar ruangan dalam proses di Parlemen sebab para menteri belum memberi penjelasan kepada mereka tentang dialog dengan Taliban.
Atas permintaan pemerintah, anggota oposisi mengakhiri protes mereka tapi mengatakan mereka kembali akan meninggalkan ruang pertemuan pada Senin (11/11), jika perdana menteri membuat mereka yakin dan memberi pernyataan mengenai dialog dengan Taliban.
Sebelumnya, para pembicara yang ikut dalam perdebatan tersebut mengatakan pemerintah mesti menggagas proses dialog dengan Taliban dan menuntut bahwa serangan pesawat tanpa awak milik AS harus dihentikan guna menjamin keberhasilan dialog itu.
Mereka mengatakan perdamaian mesti diberi kesempatan tapi dialog dengan Taliban mesti tanpa syarat. Mereka juga mengatakan serangan "drone" telah mengguncang ekonomi negara mereka. (Ant/bm 10)