Terre des Hommes, sebuah organisasi berbasis hak asasi anak yang berpusat di Belanda, menyerukan pihak berwajib mengadopsi kebijakan investagasi yang pro-aktif untuk menjaring para webcam child sex tourism (WCST) atau "wisatawan" seks anak melalui webcam.
"Selama ini tindakan pihak berwajib hanyalah pre-aktif. Mereka menunggu laporan dari korban, baru bertindak. Padahal banyak korban tidak mau melapor karena malu dan takut dikucilkan masyarakat," ujar Hanneke Oudkerk Regional Programme Adviser Terre des Hommer, Kamis (7/11/2013) siang.
Dari data yang berhasil dihimpun Terre des Hommes, sejak tahun 2007 sampai saat ini baru enam "wisatawan" dari kasus WCST di seluruh dunia yang sudah dipidana. Padahal, kata Hanneke, mengutip data PBB dan FBI, pada saat tertentu terdapat 750 ribu predator yang aktif secara online dan siap memangsa anak di bawah umur.
"Dengan investigasi pro-aktif, pihak berwajib dapat lebih banyak menjaring pelaku WCST," kata Hanneke.
Untuk mendukung program investagasi yang pro-aktif, Terre des Hommes menciptakan karakter virtual yang didesain khusus bernama Sweetie, "gadis" berusia 10 tahun asal Filipina. Dari sebuah gedung di Amsterdam, Sweetie lalu "beraksi" dengan memasuki ribuan public chat rooms (media chatting publik) di Internet.
Setelah dua bulan, tercatat 20 ribu predator meminta Sweetie melakukan aksi seksual, 1.000 di antaranya berhasil dideteksi indentitasnya mulai dari nama lengkap, alamat dan nomor telepon. Semua terdeteksi tanpa peretasan.
"Dari 1.000 itu, diketahui 224 berasal dari Amerika, 110 dari Inggris, 54 dari Kanada, 103 dari India, dan tiga dari Indonesia. Semuanya adalah pria. Hanya satu pelaku perempuan," kata Hanneke.
Dia juga menambahkan, dari dua hari penelitian terhadap 84 chat room, terdeteksi 26 di antaranya digunakan sebagai media WCST.
Data atau bukti tersebut lalu diserahkan kepada Interpol untuk segera ditindaklanjuti. Selanjutnya, Interpol bisa bekerja sama dengan pihak berwajib tempat pelaku melakukan aksinya.
"Kami juga bisa memberikan tool-kit training kepada pihak-pihak berwenang di Indonesia tentang cara mengadopsi teknologi "Sweetie" atau menghadapi korban WCST," tutur Hanneke.
Menurutnya, kebijakan investagasi yang pro-aktif akan sangat efektif untuk memberantas masalah WCST yang kian memperihatinkan.
Terre des Hommes juga meminta dukungan masyarakat dengan menandatangani petisi di http://avaaz.org/en/wcst/ atau http://youtube.com/user/sweetie/videos agar pemerintah segara mengadopsi kebijakan investagasi yang pro-aktif. Petisi ini diluncurkan berbarengan dengan digalakannya kampenye kebijakan investagasi yang pro-aktif, 4 November lalu.
"Kami membutuhkan 1 juta tanda tangan," kata Hanneke. (Sumber: Tribunnews.com)
"Selama ini tindakan pihak berwajib hanyalah pre-aktif. Mereka menunggu laporan dari korban, baru bertindak. Padahal banyak korban tidak mau melapor karena malu dan takut dikucilkan masyarakat," ujar Hanneke Oudkerk Regional Programme Adviser Terre des Hommer, Kamis (7/11/2013) siang.
Dari data yang berhasil dihimpun Terre des Hommes, sejak tahun 2007 sampai saat ini baru enam "wisatawan" dari kasus WCST di seluruh dunia yang sudah dipidana. Padahal, kata Hanneke, mengutip data PBB dan FBI, pada saat tertentu terdapat 750 ribu predator yang aktif secara online dan siap memangsa anak di bawah umur.
"Dengan investigasi pro-aktif, pihak berwajib dapat lebih banyak menjaring pelaku WCST," kata Hanneke.
Untuk mendukung program investagasi yang pro-aktif, Terre des Hommes menciptakan karakter virtual yang didesain khusus bernama Sweetie, "gadis" berusia 10 tahun asal Filipina. Dari sebuah gedung di Amsterdam, Sweetie lalu "beraksi" dengan memasuki ribuan public chat rooms (media chatting publik) di Internet.
Setelah dua bulan, tercatat 20 ribu predator meminta Sweetie melakukan aksi seksual, 1.000 di antaranya berhasil dideteksi indentitasnya mulai dari nama lengkap, alamat dan nomor telepon. Semua terdeteksi tanpa peretasan.
"Dari 1.000 itu, diketahui 224 berasal dari Amerika, 110 dari Inggris, 54 dari Kanada, 103 dari India, dan tiga dari Indonesia. Semuanya adalah pria. Hanya satu pelaku perempuan," kata Hanneke.
Dia juga menambahkan, dari dua hari penelitian terhadap 84 chat room, terdeteksi 26 di antaranya digunakan sebagai media WCST.
Data atau bukti tersebut lalu diserahkan kepada Interpol untuk segera ditindaklanjuti. Selanjutnya, Interpol bisa bekerja sama dengan pihak berwajib tempat pelaku melakukan aksinya.
"Kami juga bisa memberikan tool-kit training kepada pihak-pihak berwenang di Indonesia tentang cara mengadopsi teknologi "Sweetie" atau menghadapi korban WCST," tutur Hanneke.
Menurutnya, kebijakan investagasi yang pro-aktif akan sangat efektif untuk memberantas masalah WCST yang kian memperihatinkan.
Terre des Hommes juga meminta dukungan masyarakat dengan menandatangani petisi di http://avaaz.org/en/wcst/ atau http://youtube.com/user/sweetie/videos agar pemerintah segara mengadopsi kebijakan investagasi yang pro-aktif. Petisi ini diluncurkan berbarengan dengan digalakannya kampenye kebijakan investagasi yang pro-aktif, 4 November lalu.
"Kami membutuhkan 1 juta tanda tangan," kata Hanneke. (Sumber: Tribunnews.com)