Jakarta - Belum lama ini, Bank Indonesia melansir data terbarunya mengenai posisi utang luar negeri Indonesia. Tidak hanya posisi utang luar negeri swasta, tapi juga pemerintah. Data terbaru Bank Indonesia (BI) menunjukkan, pertumbuhan utang luar negeri Indonesia pada Juli 2013 mencapai 7,3 persen (yoy).
Data yang dilansir BI menunjukkan posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir Juli 2013 tercatat sebesar USD 259,54 miliar atau setara Rp 2.983 triliun. Utang luar negeri Indonesia banyak didominasi utang jangka panjang yaitu sebanyak 82,3 persen. Sedangkan sisanya merupakan utang jangka pendek.
Masih dari data BI, total utang pemerintah mencapai USD 133 miliar atau Rp 1.435 triliun. sisanya sebesar USD 117 miliar atau Rp 1.261 triliun merupakan utang swasta.
Dengan jumlah utang luar negeri yang dimiliki Indonesia saat ini, tiap penduduk dan bayi yang baru dilahirkan secara otomatis langsung terbebani utang negara sekitar Rp 8.114.000.
Meski utang sudah menumpuk, pemerintah masih berkeras mencari peluang untuk pinjaman. Dalam konteks menggenjot pertumbuhan ekonomi, skema utang atau pinjaman memang tidak diharamkan. Namun, Bank Dunia sudah mengingatkan agar negara berkembang harus mulai mengurangi utang di tengah kondisi perekonomian dunia yang masih diliputi ketidakpastian. Namun, imbauan itu seolah hanya berlalu begitu saja.
Tahun ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menargetkan bisa mencapat utang Rp 331 triliun melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Sejauh ini, sepanjang januari-September 2013, pemerintah sukses merealisasikan penjualan surat utang sebesar Rp 271,535 triliun.
Direktur SUN Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Loto Sinartia Ginting mengatakan penerbitan SBN ini terdiri dari SBN domestik, SBN valas domestik serta Sukuk.
"Dari Rp 331 triliun target SBN, realisasi bruto Rp 271,535 triliun," kata Loto di Kantornya, Jakarta, Senin (7/10).
Jika mengacu pada target penerbitan SBN, pemerintah masih berambisi mencari utang Rp 60,2 triliun. Dari sisa tersebut Rp 48 triliun akan diterbitkan dalam SBN domestik, Rp 5 triliun dalam SBN valas domestik serta Rp 1,3 triliun dari Sukuk.
Pemerintah juga masih ngotot mengejar utang dalam bentuk dolar Amerika (USD) dari investor lokal. Instrumennya melalui penerbitan SBN valas di pasar dalam negeri yang rencananya akan dimulai pada November 2013. Kita baru pertama kali dan mundur ke November. Ada SOP dan aturannya. Skemanya tetap lelang," ucap Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakhapan, ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (7/10).
Melalui instrumen baru ini, Robert berharap pemerintah bisa sukses mendapat utang baru USD 500 juta dari investor di pasar domestik. Saat ini pihaknya masih menyiapkan software dalam bentuk USD maupun menghitung lebih jauh mengenai porsi target valas.
"Kami butuh USD 1 miliar. USD 500 juta akan diambil dari sini sedangkan USD 500 juta lagi dari loan (pinjaman) dari program bank dunia akhir tahun ini," katanya.
Dengan utang yang menumpuk sangat besar, pemerintah sudah diwanti-wanti oleh Badan Pemeriksa Keuangan agar lebih baik dalam hal pengelolaan utang. Sebab, BPK mendapati, dalam hal kinerja pengelolaan utang negara sejak 1970, utang negara selalu meningkat.
"Dalam periode tahun 2000 - 2011, porsi utang dalam negeri lebih besar dibandingkan dengan pinjaman luar negeri," ucap Ketua BPK, Hadi Poernomo dalam laporannya di DPR, Senayan, Jakarta, pekan lalu.
"Saldo SBN per 31 Desember 2007 senilai Rp 799 triliun atau 57,6 persen dan meningkat menjadi Rp 1.183 triliun atau 65,5 persen dari total utang negara per 31 Desember 2012," katanya.
Hasil pemeriksaan kinerja menunjukkan bahwa desain dan pelaksanaan kerangka kerja ekonomi makro pengelolaan utang negara periode 2010-2012 belum efektif untuk menjaga kesinambungan fiskal. Sementara itu, desain dan pelaksanaan strategi pengelolaan utang negara telah efektif untuk menjaga kesinambungan fiskal.
Namun BPK masih menemukan permasalahan yang perlu diperbaiki dalam desain dan pelaksanaan strategi pengelolaan utang negara antara lain strategi pengelolaan jangka menengah belum komprehensif dan review strategi yang bersifat kualitatif belum dilakukan. (Sumber: Merdeka.com)
Data yang dilansir BI menunjukkan posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir Juli 2013 tercatat sebesar USD 259,54 miliar atau setara Rp 2.983 triliun. Utang luar negeri Indonesia banyak didominasi utang jangka panjang yaitu sebanyak 82,3 persen. Sedangkan sisanya merupakan utang jangka pendek.
Masih dari data BI, total utang pemerintah mencapai USD 133 miliar atau Rp 1.435 triliun. sisanya sebesar USD 117 miliar atau Rp 1.261 triliun merupakan utang swasta.
Dengan jumlah utang luar negeri yang dimiliki Indonesia saat ini, tiap penduduk dan bayi yang baru dilahirkan secara otomatis langsung terbebani utang negara sekitar Rp 8.114.000.
Meski utang sudah menumpuk, pemerintah masih berkeras mencari peluang untuk pinjaman. Dalam konteks menggenjot pertumbuhan ekonomi, skema utang atau pinjaman memang tidak diharamkan. Namun, Bank Dunia sudah mengingatkan agar negara berkembang harus mulai mengurangi utang di tengah kondisi perekonomian dunia yang masih diliputi ketidakpastian. Namun, imbauan itu seolah hanya berlalu begitu saja.
Tahun ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menargetkan bisa mencapat utang Rp 331 triliun melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Sejauh ini, sepanjang januari-September 2013, pemerintah sukses merealisasikan penjualan surat utang sebesar Rp 271,535 triliun.
Direktur SUN Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Loto Sinartia Ginting mengatakan penerbitan SBN ini terdiri dari SBN domestik, SBN valas domestik serta Sukuk.
"Dari Rp 331 triliun target SBN, realisasi bruto Rp 271,535 triliun," kata Loto di Kantornya, Jakarta, Senin (7/10).
Jika mengacu pada target penerbitan SBN, pemerintah masih berambisi mencari utang Rp 60,2 triliun. Dari sisa tersebut Rp 48 triliun akan diterbitkan dalam SBN domestik, Rp 5 triliun dalam SBN valas domestik serta Rp 1,3 triliun dari Sukuk.
Pemerintah juga masih ngotot mengejar utang dalam bentuk dolar Amerika (USD) dari investor lokal. Instrumennya melalui penerbitan SBN valas di pasar dalam negeri yang rencananya akan dimulai pada November 2013. Kita baru pertama kali dan mundur ke November. Ada SOP dan aturannya. Skemanya tetap lelang," ucap Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakhapan, ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (7/10).
Melalui instrumen baru ini, Robert berharap pemerintah bisa sukses mendapat utang baru USD 500 juta dari investor di pasar domestik. Saat ini pihaknya masih menyiapkan software dalam bentuk USD maupun menghitung lebih jauh mengenai porsi target valas.
"Kami butuh USD 1 miliar. USD 500 juta akan diambil dari sini sedangkan USD 500 juta lagi dari loan (pinjaman) dari program bank dunia akhir tahun ini," katanya.
Dengan utang yang menumpuk sangat besar, pemerintah sudah diwanti-wanti oleh Badan Pemeriksa Keuangan agar lebih baik dalam hal pengelolaan utang. Sebab, BPK mendapati, dalam hal kinerja pengelolaan utang negara sejak 1970, utang negara selalu meningkat.
"Dalam periode tahun 2000 - 2011, porsi utang dalam negeri lebih besar dibandingkan dengan pinjaman luar negeri," ucap Ketua BPK, Hadi Poernomo dalam laporannya di DPR, Senayan, Jakarta, pekan lalu.
"Saldo SBN per 31 Desember 2007 senilai Rp 799 triliun atau 57,6 persen dan meningkat menjadi Rp 1.183 triliun atau 65,5 persen dari total utang negara per 31 Desember 2012," katanya.
Hasil pemeriksaan kinerja menunjukkan bahwa desain dan pelaksanaan kerangka kerja ekonomi makro pengelolaan utang negara periode 2010-2012 belum efektif untuk menjaga kesinambungan fiskal. Sementara itu, desain dan pelaksanaan strategi pengelolaan utang negara telah efektif untuk menjaga kesinambungan fiskal.
Namun BPK masih menemukan permasalahan yang perlu diperbaiki dalam desain dan pelaksanaan strategi pengelolaan utang negara antara lain strategi pengelolaan jangka menengah belum komprehensif dan review strategi yang bersifat kualitatif belum dilakukan. (Sumber: Merdeka.com)