Paris - Prancis akan mempertahankan sekitar 2.000 tentaranya di Mali untuk membantu mengamankan pemilu legislatif Desember sebelum kemudian mngurangi kehadiran militernya, di negara itu, kata kementerian pertahanan Kamis.
"Kita akan tetap mempertahankan sedikit lebih dari 2.000 orang (prajurit) hingga akhir tahun," kata Jean-Yves Le Drian.
Mantan penguasa kolonial itu mengerahkan angkatan udara dan mengirimkan unit-unit tempurnya pada Januari tahun ini untuk membantu pemerintah Mali merebut kembali bagian utara negara tersebut dari kelompok-kelompok gerilyawan terkait dengan Al-Qaida.
Saat ini Paris memiliki 3.000 tentara tersisa di lapangan dan bertujuan untuk menarik kembali sehingga hanya tinggal 1.000 tentara pada akhir Januari 2014.
Pemilihan parlemen Mali pertama sejak kudeta pada Maret tahun lalu akan dimulai pada 24 November dan putaran kedua dijadwalkan 15 Desember.
Ibrahim Boubacar Keita dilantik sebagai presiden bulan lalu setelah pemilu Agustus.
Pasukan Prancis telah membantu pemerintah merebut kembali kendali kota utama di utara, tetapi Al-Qaida dan cabang-cabangnya tetap sebagai ancaman, karena meluncurkan serangan-serangan sporadis dari padang pasir dan pegunungan-pegunungan tempat persembunyian.
"Tidak ada lagi perang, apa yang kita lakukan sekarang adalah kontra-terorisme," kata Le Drian kepada wartawan di Paris. "Kita harus terus memerangi kekerasan dan tetap waspada." Pada puncak Operasi Serval, Prancis memiliki 4.500 tentara di Mali.Pasukan stabilisasi PBB bermaksud untuk akhirnya mencapai 12.640 tentara dan polisi secara bertahap mengambil alih tanggungjawab keamanan nasional. (ant/bm 10)
"Kita akan tetap mempertahankan sedikit lebih dari 2.000 orang (prajurit) hingga akhir tahun," kata Jean-Yves Le Drian.
Mantan penguasa kolonial itu mengerahkan angkatan udara dan mengirimkan unit-unit tempurnya pada Januari tahun ini untuk membantu pemerintah Mali merebut kembali bagian utara negara tersebut dari kelompok-kelompok gerilyawan terkait dengan Al-Qaida.
Saat ini Paris memiliki 3.000 tentara tersisa di lapangan dan bertujuan untuk menarik kembali sehingga hanya tinggal 1.000 tentara pada akhir Januari 2014.
Pemilihan parlemen Mali pertama sejak kudeta pada Maret tahun lalu akan dimulai pada 24 November dan putaran kedua dijadwalkan 15 Desember.
Ibrahim Boubacar Keita dilantik sebagai presiden bulan lalu setelah pemilu Agustus.
Pasukan Prancis telah membantu pemerintah merebut kembali kendali kota utama di utara, tetapi Al-Qaida dan cabang-cabangnya tetap sebagai ancaman, karena meluncurkan serangan-serangan sporadis dari padang pasir dan pegunungan-pegunungan tempat persembunyian.
"Tidak ada lagi perang, apa yang kita lakukan sekarang adalah kontra-terorisme," kata Le Drian kepada wartawan di Paris. "Kita harus terus memerangi kekerasan dan tetap waspada." Pada puncak Operasi Serval, Prancis memiliki 4.500 tentara di Mali.Pasukan stabilisasi PBB bermaksud untuk akhirnya mencapai 12.640 tentara dan polisi secara bertahap mengambil alih tanggungjawab keamanan nasional. (ant/bm 10)