Jakarta - Video mesum yang diperankan pelajar SMPN 4 Sawah Besar Jakarta Pusat membuat geger masyarakat. Dari awalnya mengaku dipaksa, terungkap jika tindakan asusila itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Perilaku seks di kalangan pelajar semakin mengkhawatirkan.
Polda Metro Jaya sudah memeriksa FP (13), siswa yang menjadi pemeran di video yang kini beredar di masyarakat itu. Kepada penyidik, dia mengaku sudah berpacaran dengan kakak kelasnya, AE (14), pemeran perempuan dalam video itu sejak awal September.
"FP sudah diperiksa. Menurutnya FP dan AE sudah berpacaran atau kalau bahasa mereka sudah jadian sejak awal September," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, di Mapolda Metro Jaya, Rabu (30/10) kemarin.
FP mengaku tidak ada paksaan dalam peristiwa itu. Bahkan, faktanya mereka telah perbuatan itu sebanyak 5 kali. "Dari keterangan yang disampaikan, yang mereka lakukan pertama kali itu bertiga. Artinya ada satu teman yang menemani," ujar Rikwanto.
Rikwanto menambahkan, saat melakukan pertama kali, adegan tersebut terjadi secara alamiah. "Ada satu temannya yang menyaksikan saat pertama kali. Dan itu terjadi secara alamiah," tegas Rikwanto.
Begitu pula pada kejadian yang kedua kali. "Saat yang kedua kalinya hadir juga temannya yang lain," tuturnya.
Pengakuan FP ini juga diungkap Kasat Reskrim Polres Jakarta Pusat AKBP Tatan Dirsan sebelumnya. "Dari keterangan saksi, mereka sudah sering melakukan. Dalam 3 hari 5 kali melakukan," ujar dia.
Tatan menambahkan, pertama kali beradegan seks yaitu pada 24 September di dalam kelas. Kedua pada esok nya 25 September. "Tanggal 25 tiga kali melakukan di tempat yang berbeda. Pertama jam 08.00 WIB, lalu siangnya dan pas pulang sekolah. Semua dilakukan di dalam kelas," katanya.
Terakhir, yaitu pada 27 September yang dilakukan usai pulang sekolah. "Saat melakukan adegan itu, selalu direkam oleh teman-temannya," tukas Tatan.
Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Devi Rahmawati menilai, kasus video mesum ini merupakan fenomena gunung es yang mewabah di kalangan pelajar. Jika dulu awal tahun 2000-an sempat heboh dengan video 'Bandung Lautan Api' yang dilakukan mahasiswa, kini pemeran video mesum dilakukan pelajar SMA bahkan SMP.
"Tentu saja ini akibat perkembangan teknologi yang semakin canggih dan internet yang mudah diakses melalui handphone," kata Devi dalam perbincangan dengan merdeka.com, Rabu (30/10).
Di sisi lain, akibat teknologi ini, para remaja menjadi lebih 'cepat dewasa' terutama dalam hal seksualitas. "Ini diperparah lagi sistem pendidikan kita mengenai seks yang tidak terbuka. Karena masa remaja, perkembangan fisik dan naluri terus terjadi. Mereka terus mencoba dan mencari tahu," ujarnya.
Sementara itu, lanjut Devi, pengawasan orangtua dan sekolah semakin minim. "Orangtua sibuk memikirkan kompetisi ekonomi. Pengawasan sekolah juga kurang. Buktinya, perbuatan itu dilakukan di dalam kelas," imbuhnya.
Menurut Devi, kasus seperti ini akan semakin parah jika semua pihak terkait saling menyalahkan dan tidak mau introspeksi. "Keluarga menyalahkan sekolah, sebaliknya sekolah menyalahkan orangtua. Ini tidak akan tuntas dan substansi permasalahannya tidak diselesaikan," tukasnya.
Devi meminta, orang tua harus mulai lebih memperhatikan anak-anaknya dan lebih terbuka terutama dalam pendidikan seks. Pihak sekolah pun, lanjut dia, harus mengetatkan pengawasan terhadap muridnya. "Masalah ini sangat urgent dan mendesak untuk dibenahi, semua pihak harus turun tangan," ujarnya.
Terkait proses hukum yang sedang dilakukan kepolisian, Devi menyatakan mendukung. Yang paling penting, hukuman yang diberikan bisa memberikan efek jera. "Tapi harus proporsional dan tidak mematikan masa depan mereka. Para pelajar seperti ini masih bisa dibina," tandasnya. (Sumber: Merdeka.com)
Polda Metro Jaya sudah memeriksa FP (13), siswa yang menjadi pemeran di video yang kini beredar di masyarakat itu. Kepada penyidik, dia mengaku sudah berpacaran dengan kakak kelasnya, AE (14), pemeran perempuan dalam video itu sejak awal September.
"FP sudah diperiksa. Menurutnya FP dan AE sudah berpacaran atau kalau bahasa mereka sudah jadian sejak awal September," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, di Mapolda Metro Jaya, Rabu (30/10) kemarin.
FP mengaku tidak ada paksaan dalam peristiwa itu. Bahkan, faktanya mereka telah perbuatan itu sebanyak 5 kali. "Dari keterangan yang disampaikan, yang mereka lakukan pertama kali itu bertiga. Artinya ada satu teman yang menemani," ujar Rikwanto.
Rikwanto menambahkan, saat melakukan pertama kali, adegan tersebut terjadi secara alamiah. "Ada satu temannya yang menyaksikan saat pertama kali. Dan itu terjadi secara alamiah," tegas Rikwanto.
Begitu pula pada kejadian yang kedua kali. "Saat yang kedua kalinya hadir juga temannya yang lain," tuturnya.
Pengakuan FP ini juga diungkap Kasat Reskrim Polres Jakarta Pusat AKBP Tatan Dirsan sebelumnya. "Dari keterangan saksi, mereka sudah sering melakukan. Dalam 3 hari 5 kali melakukan," ujar dia.
Tatan menambahkan, pertama kali beradegan seks yaitu pada 24 September di dalam kelas. Kedua pada esok nya 25 September. "Tanggal 25 tiga kali melakukan di tempat yang berbeda. Pertama jam 08.00 WIB, lalu siangnya dan pas pulang sekolah. Semua dilakukan di dalam kelas," katanya.
Terakhir, yaitu pada 27 September yang dilakukan usai pulang sekolah. "Saat melakukan adegan itu, selalu direkam oleh teman-temannya," tukas Tatan.
Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Devi Rahmawati menilai, kasus video mesum ini merupakan fenomena gunung es yang mewabah di kalangan pelajar. Jika dulu awal tahun 2000-an sempat heboh dengan video 'Bandung Lautan Api' yang dilakukan mahasiswa, kini pemeran video mesum dilakukan pelajar SMA bahkan SMP.
"Tentu saja ini akibat perkembangan teknologi yang semakin canggih dan internet yang mudah diakses melalui handphone," kata Devi dalam perbincangan dengan merdeka.com, Rabu (30/10).
Di sisi lain, akibat teknologi ini, para remaja menjadi lebih 'cepat dewasa' terutama dalam hal seksualitas. "Ini diperparah lagi sistem pendidikan kita mengenai seks yang tidak terbuka. Karena masa remaja, perkembangan fisik dan naluri terus terjadi. Mereka terus mencoba dan mencari tahu," ujarnya.
Sementara itu, lanjut Devi, pengawasan orangtua dan sekolah semakin minim. "Orangtua sibuk memikirkan kompetisi ekonomi. Pengawasan sekolah juga kurang. Buktinya, perbuatan itu dilakukan di dalam kelas," imbuhnya.
Menurut Devi, kasus seperti ini akan semakin parah jika semua pihak terkait saling menyalahkan dan tidak mau introspeksi. "Keluarga menyalahkan sekolah, sebaliknya sekolah menyalahkan orangtua. Ini tidak akan tuntas dan substansi permasalahannya tidak diselesaikan," tukasnya.
Devi meminta, orang tua harus mulai lebih memperhatikan anak-anaknya dan lebih terbuka terutama dalam pendidikan seks. Pihak sekolah pun, lanjut dia, harus mengetatkan pengawasan terhadap muridnya. "Masalah ini sangat urgent dan mendesak untuk dibenahi, semua pihak harus turun tangan," ujarnya.
Terkait proses hukum yang sedang dilakukan kepolisian, Devi menyatakan mendukung. Yang paling penting, hukuman yang diberikan bisa memberikan efek jera. "Tapi harus proporsional dan tidak mematikan masa depan mereka. Para pelajar seperti ini masih bisa dibina," tandasnya. (Sumber: Merdeka.com)