Jakarta - Pelaksanaan konvensi capres Partai Demokrat tak lepas dari peran Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketua umum. Pengamat politik Hanta Yuda mengkorelasikan konvensi capres dengan proses pemilihan ketum partai Demokrat tahun 2010 silam.
Kala itu, Anas Urbaningrum terpilih sebagai ketum. Namun dalam perjalanan partai, sang ketua justru berhaluan dengan SBY. Terlebih, Anas bersama sejumlah elite politik tersandung kasus korupsi.
"Partai Demokrat punya preseden yang kita ragukan. Apakah konvensi ini akan seperti Bandung atau Bali. Apakah SBY siap jika lahir Anas-anas baru?" Kata Hanta saat diskusi bertema konvensi capres di Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (28/8).
Setidaknya, ada empat poin yang dijadikan Hanta sebagai dasar penguat korelasi antara konvensi dengan pemilihan ketum Demokrat 2010.
"Mekanisme jaringannya rancu. Yang mendaftar yang diundang. Kalau ada yang potensial tidak ada ruang, tertutup. Jadi di awal pun sudah ada pembatasan," lanjutnya.
Kedua, mekanisme dan kriterianya tidak gamblang. Konvensi Demokrat sudah mendiskusikan nama-nama, tapi hingga kini belum diketahui kriteria kenapa ada yang masuk dan tidak. Menurutnya parameternya tidak jelas.
Ketiga, keterlibatan publik masih terbatas. "Keempat proses penentuan akhir masih berpotensi diveto Majelis Tinggi," ujar Hanta. (Sumber: Merdeka.com)
Kala itu, Anas Urbaningrum terpilih sebagai ketum. Namun dalam perjalanan partai, sang ketua justru berhaluan dengan SBY. Terlebih, Anas bersama sejumlah elite politik tersandung kasus korupsi.
"Partai Demokrat punya preseden yang kita ragukan. Apakah konvensi ini akan seperti Bandung atau Bali. Apakah SBY siap jika lahir Anas-anas baru?" Kata Hanta saat diskusi bertema konvensi capres di Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (28/8).
Setidaknya, ada empat poin yang dijadikan Hanta sebagai dasar penguat korelasi antara konvensi dengan pemilihan ketum Demokrat 2010.
"Mekanisme jaringannya rancu. Yang mendaftar yang diundang. Kalau ada yang potensial tidak ada ruang, tertutup. Jadi di awal pun sudah ada pembatasan," lanjutnya.
Kedua, mekanisme dan kriterianya tidak gamblang. Konvensi Demokrat sudah mendiskusikan nama-nama, tapi hingga kini belum diketahui kriteria kenapa ada yang masuk dan tidak. Menurutnya parameternya tidak jelas.
Ketiga, keterlibatan publik masih terbatas. "Keempat proses penentuan akhir masih berpotensi diveto Majelis Tinggi," ujar Hanta. (Sumber: Merdeka.com)