JAKARTA - Nilai mata uang Rupiah terus mengalami depresiasi, hingga menembus angka Rp 11.000 per dolar Amerika Serikat (AS).
Menurut anggota Komisi XI DPR asal Partai Gerindra Sadar Subagyo, butuh waktu lama agar Rupiah kembali menguat di angka Rp 9.000 per dolar AS.
"Perlu waktu lama dua sampai tiga tahun baru bisa kembali," kata Sadar di Jakarta, Senin (26/8/2013).
Sadar menuturkan, banyak faktor yang menyebabkan penguatan Rupiah berlangsung lama. Sebab, masalah tersebut memiliki banyak faktor. Ia pun sudah memerediksi kemerosotan nilai Rupiah senjak beberapa waktu lalu.
"Lho, saya sejak Juli sudah mengatakan bahwa Rupiah akan tembus Rp 11 ribu, karena utang swasta yang jatuh tempo di kuartal tiga sangat besar," ujar Sadar.
Sadar memaparkan, penyebab Rupiah merosot karena transaksi keuangan yang negatif, utang swasta yang jatuh tempo, dan inflasi.
"Kenapa saya katakan utang swasta? Karena jumlahnya besar. Lebih menarik juga, soalnya utang ke luar negeri. Orang suku bunganya lebih rendah dari pada minjem di dalam negeri. Tapi, ketika ingin jatuh tempo, kita jadi repot karena dibutuhkan dolar lebih banyak," paparnya.
Sadar menjelaskan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga mengakibatkan semua harga naik. Itu dipicu terjadinya lonjakan inflasi.
Sementara, Indonesia membutuhkan dolar untuk bayar utang luar negeri dan membayar impor. Namun, dolar tidak tersedia banyak.
"Akibatnya meroket. Apakah dolar dapat ditekan? Ya dapat, tapi akibatnya devisa menyusut. Pilihannya, kebijakan harus terintegrasi antara moneter, fiskal, dan sektor riil," bebernya. (Sumber: Tribunnews.com)
Menurut anggota Komisi XI DPR asal Partai Gerindra Sadar Subagyo, butuh waktu lama agar Rupiah kembali menguat di angka Rp 9.000 per dolar AS.
"Perlu waktu lama dua sampai tiga tahun baru bisa kembali," kata Sadar di Jakarta, Senin (26/8/2013).
Sadar menuturkan, banyak faktor yang menyebabkan penguatan Rupiah berlangsung lama. Sebab, masalah tersebut memiliki banyak faktor. Ia pun sudah memerediksi kemerosotan nilai Rupiah senjak beberapa waktu lalu.
"Lho, saya sejak Juli sudah mengatakan bahwa Rupiah akan tembus Rp 11 ribu, karena utang swasta yang jatuh tempo di kuartal tiga sangat besar," ujar Sadar.
Sadar memaparkan, penyebab Rupiah merosot karena transaksi keuangan yang negatif, utang swasta yang jatuh tempo, dan inflasi.
"Kenapa saya katakan utang swasta? Karena jumlahnya besar. Lebih menarik juga, soalnya utang ke luar negeri. Orang suku bunganya lebih rendah dari pada minjem di dalam negeri. Tapi, ketika ingin jatuh tempo, kita jadi repot karena dibutuhkan dolar lebih banyak," paparnya.
Sadar menjelaskan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga mengakibatkan semua harga naik. Itu dipicu terjadinya lonjakan inflasi.
Sementara, Indonesia membutuhkan dolar untuk bayar utang luar negeri dan membayar impor. Namun, dolar tidak tersedia banyak.
"Akibatnya meroket. Apakah dolar dapat ditekan? Ya dapat, tapi akibatnya devisa menyusut. Pilihannya, kebijakan harus terintegrasi antara moneter, fiskal, dan sektor riil," bebernya. (Sumber: Tribunnews.com)