Jakarta - Banyak pengamat yang menyebut kinerja partai politik mengalami penurunan. Beberapa survei juga menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap partai politik pun merosot.
Ini berujung pada munculnya sikap apatis dari masyarakat. Demikian hasil survei nasional "Internet, Apatisme, dan Alienasi Politik" yang digelar Indikator Politik Indonesia.
Direktur Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, mengatakan buruknya kinerja lembaga politik menjadi faktor terbesar munculnya sikap apatisme masyarakat.
Dari 2.290 orang yang menjadi responden survei, sebanyak 67 persen mengaku tidak tertarik dengan segala hal yang berkaitan dengan politik.
"Selain itu, kepercayaan masyarakat pada institusi politik juga buruk. Dari 58 persen responden menyatakan tak percaya partai politik, disusul dengan responden yang tak percaya politisi, menteri-menteri, DPR, dan presiden," kata Burhanudin di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (23/7).
Burhanudin menuturkan, kepercayaan publik terhadap lembaga politik terlihat variatif. Namun, kepercayaan (trust) politik masyarakat terhadap DPR secara kelembagaan, partai politik, dan politisi secara umum defisit.
"Kepercayaan kepada politik semakin ambrol saat masyarakat mengikuti berita politik. Intensitas masyarakat dalam mengikuti berita politik itu dinilai turut memengaruhi buruknya perspektif masyarakat pada politik," ujarnya.
Selain itu, informasi yang diperoleh masyarakat melalui internet ternyata juga berpengaruh terhadap sikap apatisme publik terhadap politik. 72 Persen responden menyimpulkan bahwa politisi cenderung berbicara tentang kebaikan dirinya.
Masyarakat pesimistis politisi akan memenuhi janji politiknya, dan menuding politisi sebagai sekumpulan orang yang mengejar keuntungan pribadi.
"Ada dua dari 10 pemilih kita yang mengakses internet. Khusus bagi pemilih yang mengakses internet, data menunjukkan bahwa semakin sering mengakses internet, maka semakin rendah kepercayaan pada politik, dan semakin jelek pandangan pada politisi," papar Burhanudin.
Survei ini dilakukan pada 19-27 Juni 2013 dengan 2.290 responden. Margin of error ditetapkan sebesar 2,1 persen dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Responden dipilih secara random dengan multistage random sampling dan data diambil dengan metode wawancara. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20 persen, dari total sampel, oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti. (Sumber: Merdeka.com)
Ini berujung pada munculnya sikap apatis dari masyarakat. Demikian hasil survei nasional "Internet, Apatisme, dan Alienasi Politik" yang digelar Indikator Politik Indonesia.
Direktur Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, mengatakan buruknya kinerja lembaga politik menjadi faktor terbesar munculnya sikap apatisme masyarakat.
Dari 2.290 orang yang menjadi responden survei, sebanyak 67 persen mengaku tidak tertarik dengan segala hal yang berkaitan dengan politik.
"Selain itu, kepercayaan masyarakat pada institusi politik juga buruk. Dari 58 persen responden menyatakan tak percaya partai politik, disusul dengan responden yang tak percaya politisi, menteri-menteri, DPR, dan presiden," kata Burhanudin di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (23/7).
Burhanudin menuturkan, kepercayaan publik terhadap lembaga politik terlihat variatif. Namun, kepercayaan (trust) politik masyarakat terhadap DPR secara kelembagaan, partai politik, dan politisi secara umum defisit.
"Kepercayaan kepada politik semakin ambrol saat masyarakat mengikuti berita politik. Intensitas masyarakat dalam mengikuti berita politik itu dinilai turut memengaruhi buruknya perspektif masyarakat pada politik," ujarnya.
Selain itu, informasi yang diperoleh masyarakat melalui internet ternyata juga berpengaruh terhadap sikap apatisme publik terhadap politik. 72 Persen responden menyimpulkan bahwa politisi cenderung berbicara tentang kebaikan dirinya.
Masyarakat pesimistis politisi akan memenuhi janji politiknya, dan menuding politisi sebagai sekumpulan orang yang mengejar keuntungan pribadi.
"Ada dua dari 10 pemilih kita yang mengakses internet. Khusus bagi pemilih yang mengakses internet, data menunjukkan bahwa semakin sering mengakses internet, maka semakin rendah kepercayaan pada politik, dan semakin jelek pandangan pada politisi," papar Burhanudin.
Survei ini dilakukan pada 19-27 Juni 2013 dengan 2.290 responden. Margin of error ditetapkan sebesar 2,1 persen dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Responden dipilih secara random dengan multistage random sampling dan data diambil dengan metode wawancara. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20 persen, dari total sampel, oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti. (Sumber: Merdeka.com)