MASYARAKAT pemilih Maluku sudah muak dengan aksi para kandidat gubernur yang memamerkan kekayaan dan jargon-jargon kosong di baliho-baliho, spanduk-spanduk, dan stiker-stiker di hampir seluruh sudut Ambon maupun di sejumlah titik di 10 kabupaten/kota lain di Maluku.
Yang didambakan rakyat saat ini adalah jaminan para calon orang nomor satu dan nomor dua Maluku akan banyaknya lapangan pekerjaan, turunnya angka pengangguran dan kemiskinan, naiknya kesejahteraan, dan pemulihan mental masyarakat agar tak lagi larut dalam konspirasi menciptakan konflik sporadis maupun bentrok antarkampung.
Dalam cakupan dan dialek politik akhir-akhir ini, tampak masing-masing kandidat, para simpatisan maupun para relawan pasangan calon serius ’menjual jamu’ di media massa. Celakanya, saban hari masyarakat disuguhkan klaim-klaim politik bahwa pasangan ini layak, pasangan ini sudah kepung tempat ini dan serbu tempat itu, dan pasangan ini akan menang satu putaran. Bukan itu sebenarnya yang dibutuhkan rakyat dalam bingkai politik Maluku saat ini. Masyarakat hanya butuh pendidikan politik yang cerdas, elegan, dan aroma politik yang mematrikan jiwa besar para calon.
Kalau seluruh kandidat mau menciptakan iklim demokrasi yang demokratis, humanis, dan idealis, solusi terbaik adalah masing-masing kandidat menjual konsepnya ke publik.Istilahnya perang konsep di media massa dan di ruang-ruang publik sehingga rakyat dengan mudah memilah dan pada saatnya akan memilih sosok mana lebih cerdas, lebih jujur, dan lebih layak pimpin Maluku, dan sosok mana yang hanya jadi penggembira, pecundang, dan pendobrak. Suguhkanlah pendidikan politik yang baik melalui pencerahan-pencerahan sehingga rakyat terpuaskan dalam komunikasi politik maupun pergulatan politik yang sejatinya ingin mewujudkan masyarakat yang cerdas, bertoleran, humanis, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Maluku butuh pencerahan seperti itu. (ros/bm-01)
Yang didambakan rakyat saat ini adalah jaminan para calon orang nomor satu dan nomor dua Maluku akan banyaknya lapangan pekerjaan, turunnya angka pengangguran dan kemiskinan, naiknya kesejahteraan, dan pemulihan mental masyarakat agar tak lagi larut dalam konspirasi menciptakan konflik sporadis maupun bentrok antarkampung.
Dalam cakupan dan dialek politik akhir-akhir ini, tampak masing-masing kandidat, para simpatisan maupun para relawan pasangan calon serius ’menjual jamu’ di media massa. Celakanya, saban hari masyarakat disuguhkan klaim-klaim politik bahwa pasangan ini layak, pasangan ini sudah kepung tempat ini dan serbu tempat itu, dan pasangan ini akan menang satu putaran. Bukan itu sebenarnya yang dibutuhkan rakyat dalam bingkai politik Maluku saat ini. Masyarakat hanya butuh pendidikan politik yang cerdas, elegan, dan aroma politik yang mematrikan jiwa besar para calon.
Kalau seluruh kandidat mau menciptakan iklim demokrasi yang demokratis, humanis, dan idealis, solusi terbaik adalah masing-masing kandidat menjual konsepnya ke publik.Istilahnya perang konsep di media massa dan di ruang-ruang publik sehingga rakyat dengan mudah memilah dan pada saatnya akan memilih sosok mana lebih cerdas, lebih jujur, dan lebih layak pimpin Maluku, dan sosok mana yang hanya jadi penggembira, pecundang, dan pendobrak. Suguhkanlah pendidikan politik yang baik melalui pencerahan-pencerahan sehingga rakyat terpuaskan dalam komunikasi politik maupun pergulatan politik yang sejatinya ingin mewujudkan masyarakat yang cerdas, bertoleran, humanis, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Maluku butuh pencerahan seperti itu. (ros/bm-01)